BAB IV. KEBIJAKSANAAN
INVESTASI
Setiap perusahaan melakukan investasi dalam rangka
meningkatkan pendapatan yang diperoleh, perusahaan melakukan investasi dalam
inventory, piutang, aktiva tetap dan lain- lain dengan harapan perusahaan akan
memperoleh dana yang yang telah diinvestasikan baik dalam bentuk aktiva tetap
maupun aktiva lancar.
Investasi
dalam Persediaan
Inventori atau Persediaan barang sebagai elemen utama dari modal
kerja merupakan aktiva yang selalu mengalami perputaran. Masalah penentuan
investasi atau alokasi modal dalam persediaan mempunyai efek langsung kepada
keuntungan perusahaan. Kesalahan dalam penetapan besarnya investasi dalam
inventory akan menekan keuntungan perusahaan.
Persediaan merupakan bagian dari harta yang selalu mengalami
perputaran dimana selalu terjadi pembelian dan disertai dengan penjualan.
Rasio Inventory Turnover ini melihat sejauh mana tingkat
perputaran yang dimiliki oleh suatu
perusahaan.
Adapun rumus inventory turnover (perputaran persediaan) adalah :
Cost of Good Sold
Average Inventory
Keterangan :
§ Cost
of Good Sold = Harga Pokok Penjualan
§ Average
Inventory = Rata-rata Persediaan
Kebijakan untuk selalu menyediakan jumlah barang yang tersedia
secara rata-rata, dengan tujuan agar ketersediaan barang di gudang selalu
tersedia.
Secara umum persediaan ada tiga jenis, yaitu:
1. Persediaan
dalam bentuk bahan/barang baku
2. Persediaan
dalam bentuk bahan/barang setengah jadi atau dalam proses, dan
3. Persediaan
dalam bentuk bahan/barang jadi
Tingkat persediaan dari masing-masing persediaan dapat diketahui
dari43):
1. Perputaran
persediaan bahan baku (raw material turnover), yaitu jumlah seluruh bahan baku
yang digunakan dalam suatu periode dibagi rata-rata persediaan bahan baku
selama periode tersebut. Hasilnya dinyatakan dalam frekuensi.
2. Perputaran
persediaan dalam proses (work in process turnover), yaitu jumlah pekerjaan
dalam proses yang di transfer menjadi produk jadi dibagi rata-rata pekerjaan
dalam proses persediaan dalam periode tersebut. Hasilnya dinyatakan dalam
frekuensi.
3. Perputaran
persediaan barang jadi (finished good turnover), yaitu dinyatakan seluruh biaya
produk yang dijual dibagi rata-rata biaya persediaan barang jadi. Hasilnya
dinyatakan dalam frekuensi.
Kondisi perusahaan yang baik adalah dimana kepemilikan persediaan
dan perputaran adalah selalu berada dalam kondisi yang seimbang, artinya jika
perputaran persediaan adalah kecil maka akan terjadi penumpukkan barang dalam
jumlah yang banyak di gudang, namun jika perputaran terlalu tinggi maka jumlah
barang tersimpan digudang akan kecil, sehingga jika sewaktu-waktu kehilangan
bahan/barang di pasaran dalam kejadian yang bersifat di luar perhitungan sperti
gagal panen, bencana alam, kekacauan stabilitas politik dan keamanan serta
berbagai kejadian lainnya. Maka ini bisa menyebabkan perusahaan terganggu aktivitas
produksinya dan lebih jauh berpengaruh pada sisi penjualan serta perolehan
keuntungan. Dengan begitu bagi pihak manajer produksi perlu menjaga
keseimbangan dengan baik yaitu dengan memahami
kondisi pasar saat ini dan yang akan datang.
Tingkat Perputaran Barang (Merchandise Turnover)
Untuk mengetahui nilai Merchandise
Turnover dalam suatu periode tertentu adalah sebagai berikut :
Merchandise
Turnover = Net Sales
Avg. Merchandise inventory At sales price
Atau
Turnover
Merchandise = Cost
of Goods Sold
Avg.
Merchandise inventory at cost
Investasi
dalam Piutang
Dalam upaya mempertahankan
dan meningkatkan omzet penjualan, maka pada umumnya perusahaan melakukan
penjualan secara kredit. Oleh karena itu, pada saat penyerahan produk tidak
terjadi penerimaan kas dan justru menimbulkan piutang. Dilain pihak membutuhkan
investasi pada aktiva lancar dan menimbulkan biaya lainnya. Oleh karena itu,
manajemen investasi dalam piutang merupakan bagian penting dalam manajemen
keuangan karena berkaitan dengan pencapaian profit perusahaan.
Berkaitan dengan kebijakan penagihan piutang, perusahaan
hendaknya mampu merencanakan kebijakan yang menghasilkan tingkat investasi
dalam piutang yg optimal.
1.
Kebijakan kredit
Kebijakan
penjualan produk secara kredit yang selanjutnya disebut kebijakan kredit
merupakan rangkaian keputusan yang di tempuh perusahaan (manajer keuangan) yang
akan mempengaruhi investasi dalam piutang.
2.
Kebijakan penagihan
Penjualan secara kredit merupakan upaya
bagian pemasaran guna meningkatkan omzet penjualan.
Tabel 4.1
perkiraan penjualan pada berbagai bentuk kebijakan kredit (dalam ribuan rupiah)
Kondisi perekonomian
|
probabilitas
|
|
Kebijakan
kredit
|
|
|
|
ketat
|
Tetap
|
lunak
|
Resesi
|
0,25
|
24.000
|
36.000
|
50.000
|
Normal
|
0,50
|
30.000
|
43.000
|
58.000
|
Bomm
|
0,25
|
36.000
|
50.000
|
64.000
|
Berdasarkan
proyeksi ini perusahaan mengestimasikan penjualan tahun yang akan datang
berdasarkan kondisi perekonomian dan kebijakan kredit yang di tetapkan, tampak
dengan perubahan kebijakan kredit merubah perkiraan penjualan.
Biaya-biaya pelunakkan kredit
1. Biaya
produksi dan penjualan, Apabila tambahan
penjualan berada dalam kapasitas produksi maka kenaikan tersebut hanya
mempengaruhi tambahan biaya variabel.
2. Biaya
administras, Diperhitungkan sebagai biaya tambahan
3. Biaya
karena tidak tertagihnya piutang, Pada
umumnya disebabkan karena kondisi perekonomian memburuk, maka kerugian tidak
tertagih akan semakin meningkat.
4. Biaya
potongan kas, Demi merangsang para pembeli maupun pelanggan membayar lebih
awal, maka kebanyakan perusahaan memberi potongan kas kepada pelanggan yang
membayar pada tanggal discount.
5. Opportunity
cost of fund, Meningkatkan jumlah
piutang berarti adanya investasi pada piutang yang berarti pula adanya tambahan
biaya sehubungan dengan tertanamnya dana dalam piutang yang lazim di sebut opportunity cost of fund.
Investasi
dalam Aktiva Tetap
Pengeluaran untuk membiayai investasi merupakan
permasaahan pertama yang harus diperhitungkan dalam pengembalian keputusan
kelayakan investasi. Penetuan besarnya dana yang dikluarkan ( Cash outflow)
berkaitan dengan penentuan ( net initial investment (NII). Net Initial
Investment berbeda format perhitungannya anatar invetasi untuk pembelian aktiva
tetap yang benar-benar baru dengan investasi untuk penggantian aktiva tetap lama
dengan aktiva tetap baru. Apabila perusahaan melakukan investasi baru (
pembelian aktiva tetap baru) maka Net Investment ditentuan sebagai berikut :
-
Harga perolehan aktiva Rp. Xxxxxx
-
Biaya-biaya Instalasi Rp. Xxxxxx
-
Biaya-biaya pra operasi lainnya Rp. Xxxxxx
-
Net Invesment Rp.
Xxxxxx +
Rp.
Xxxxxx
Apabila perusahaan melakukan
penggantian aktiva tetap yang lama dengan ktiva tetap yang baru, maka Net
Investment ditentukan sebagai berikut :
-
Harga beli aktva tetap Rp. Xxxxxx
-
Biaya-biaya Instalasi Rp. Xxxxxx ( +
)
Rp.
Xxxxxx
-
Proceeds Aktiva tetap lama Rp. Xxxxxx ( - )
Rp. Xxxxxx
-
Pajak
atas penjualan aktiva tetap lama Rp.
Xxxxxx ( + - )
Net Investment Rp. Xxxxxx
Net Investment Rp. Xxxxxx
Berdasarkan
format perhitungan diatas, maka faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam
mentukan kas outflow atau Net Intial Investmet suatu investasi :
1. Harga
beli aktiva tetap
Harga
beli aktiva tetap merupakan harga yang dibayar perusahaan terhadap aktiva yang
dibelinya. Harga beli aktiva tetap merupakan besarnya Net Investment apabila
perusahaan tidak mengeluarkan biaya instalasi atau perusahaan juga tidak
mengganti aktiva tetap lama dengan aktiva tetap yang baru.
2. Biaya
– Biaya Instalasi
Merupakan
biaya yang dikeluarkan perusahaan guna keperluan menginstalasi akiva tetap yang
baru dibeli hingga siap beroperasi berdasarka fungsinya biaya instalasi harus
diperhitungkan atau ditambahkan sebagai harga beli aktiva tetap.
3. Proceeds
aktiva tetap lama
Apabila
aktiva tetap baru dibeli untuk mengganti aktiva tetap lama yang akan dijual,
maka hasil penjualan aktiva tetap lama diperhitungkan sebagai proceeds atau kas
Inflow. Proceed yang dihitung sebagai kas inflow merupakan net sales dalam arti
harga jual setelah dikurangi dengan biaya-biaya penjuaan. Dalam hubungannya
dengan net investment aktiva tetap baru maka proceeds aktiva tetap lama
mengurangi net investment karena merupakan hasil penjualan yang menambah
pemasukan bagi perusahaan.
4. Pajak
penjualan aktiva tetap lama
Apabila
pengeluaran modal ditujukan untuk mengganti aktiva tetap lama dengan aktiva
tetap baru maka pajak yang dibayarkan atas penjualan aktiva tetap lama
menentukan besarnya Net Investment. Net Investment akan semakin kecil karena
pembayaran pajak perusahaan sehubungan dengan penjualan aktiva tetap lama lebih
kecil dari nilai buku aktiva tetap ( Apabila terjadinya kerugian ). Sebaliknya
apabila hasil penjualan aktiva tetap lama lebih besar daripada nilai buku
aktiva tetap maka pajak yang dibayrkan akan memperbesar Net Investment ( karena
adanya keuntungan ).
Sedangkan
penjualan aktiva tetap lama yang sama besarnya dengan nilai buku yang berarti
pula tidak mempengaruhi Net Investment. Dengan demikian beberapa besar hasil
penjualan aktiva tetap lama tanpa diperhitungkan dengan pajak langsung mengurangi
net investment.
Sehubungan
dengan tingkat pajak ini, maka pajak atas penjualan diatas harga beli aktiva
tetap ( Long Term Capital Gain ) lebih kecil daripada pajak atas penjualan
diatas nilai buku aktiva (ordinary Gains).
Guna
memperjelas implikasi pajak terhadap proceeds aktia tetap lama dan pengaruhnya
terhadap Net Investment tampak dalam contoh berikut ini. PT. Arinta membeli
sebuah mesin tiga tahun yang lalu seharga
Rp. 500.000.000 depresiasi menggunakan
metode garis lurus ( Straing Line Methodes ), Usia ekonomis 10 tahun dan tidak
memiliki nila sisa (Salvaige Value )
pada akhir usia ekonomis. Dengan demikian nilai bukan aktiva tetap lama mesin
dapat dihitung sebagai berikut :
Depresiasi =
3 ( 500.000.000 )
10
=
150.000.000
Nilai Buku Aktiva = 500.000.000 - 150.000.000
= 350.000.000
Apabila
dimisalkan long term capital gains sebesar 25% dan ordinary gains sebesar 30%
maka pengaruh terhadap Net Investment dapat dihitung berdasarkan harga jual
aktiva tetap seperti berikut :
a.
Rp. 600.000.000
b.
Rp. 400.000.000
c.
Rp. 350.000.000
d.
Rp. 200.000.000
a. Apabila
penjualan seharga Rp.600.000.000 dengan mesin lama laku terjual seharga Rp.
600.000.000 berarti lebih besar daripada harga beli mesin yang berarti pula
lebih besar daripada harga beli mesin yang berarti pula lebih besar dari nilai
buku aktiva. Terdapat dua jenis pajak yang dikenakan terhadap hasil penjualan,
yaitu long tern capital gains (25%) dikenakan pada selisih harga jual dengan
harga beli aktia dan ordinary gains ( 30%) dikenakan terhadap selisih antara
harga beli dengan nilai buku aktiva. Dengan demikian jumlah pajak yang
dibayarkan dapat dihitung sebagai berikut :
-
Long Term Capital Gains
= 25% x Rp.100.000.000 = Rp. 25.000.000
-
Ordinary Gains
= 30% x Rp. 150.000.000 = Rp. 45.000.000 ( + )
Pajak
Atas Keuntungan =
Rp. 70.000.000
Selanjutnya pajak atas keuntungan penjualan aktiva
tetap lama akan menambah net investment atau mengurangi proceeds penjualan
aktiva tetap lama.
b. Apabila
penjualan seharga Rp. 400.000.000 dengan penjualan mesin nama seharga Rp.
400.000.000 berarti perusahaan memperoleh ke untungan sebesar Rp. 50.000.000
yaitu selisih harga jual Rp. 400.000.000 dengan nilai buku Rp. 350.000.000
pajak yang di kenakan hanya oldinari gain sebesar 30% x Rp. 500.000.000 = Rp.
15.000.000 yang akan menambah net infesmen atau mengurangin proceeds penjualan
aktiva lama.
c.
Apabila penjualan seharga Rp.
350.000.000
Pada penjualan sebesar Rp. 350.000.000 sama dengan
nilai buku. Berarti perusahaan tidak memperoleh keuntungan maupun mau tidak
mengalami kerugian dengan demikian penjualan atas aktiva tetap lama tidak
berimplikasi terhadap pajak atau perusahaan tidak memebayar pajak atas hasil
penjualan aktiva tetap lama
d.
Apabila
penjualan seharga Rp. 200.0000.0000 juta dengan penjaulan sebesar Rp.
200.000.000 berati perusahaan mengalamai kerugian karena penjualan lebih kecil
dari pada nilai buku aktiva tetap mesin ) lama. Kerugian atas penjualan aktiva
tetap lama berarti ada penghematan pajak yang akan di bayarkan. Berdasarkan
contoh di atas maka ordinary loss 30% x Rp.150.000.000 akan mengurangi ke
untungan perusahaan scar kseluruhan dengan demikian penghematan pajak sebesar
Rp. 45.000.000 di berlakukakn sebagai cash inflow yang akan mengurngi infesment
atau menambah proceeds aktiva tetap lama
berdasarakan contoh di atas berikut ini aka di aplikasikan dalam kasus
penggantian aktiv tetap agar jelas penentuan besar net intervestment.
Contoh
:
PT BaraNusa dalam penggantian misin lama dengan
mesin baru dibeli. Mesin baru dibeli dengan harga Rp.114.000.000 dan biaya
instalasi sebesar Rp. 6.000.0000. Usia ekonomis mesin selama 5 tahun dan
depresiasi menggunakan metode garis lurus yng di perkirakan tidak memiliki
nilai sisa pada akhir tahun ke 5. Masih lama di beli 3 tahun yang lalu seharga
Rp. 72.000.000 dan depresiasi menggunakan metode garis lurus usia ekonomi mesin
lama 8 tahun dan di perkirakan laku terjual seharga Rp. 60.000.000 dengan
tingkat pajak 35% hitunglah berapa net invesment mesin baru ?
Penyelesaiannya :
Menghitungkan
pajak atas proceeds mesin nama ,
-
Harga beli mesin Rp. 72.000.000
-
Akumulasi depresiasi selama 3 tahun Rp. 27.000.000 (-)
-
Nilai buku mesin lama Rp.
45.000.000
Keutungan
penjualan mesin lama
-
Harga jual mesin Rp. 60.000.000
-
Nilai buku mesin Rp.
45.000.000 (-)
-
Keuntungan penjualan mesin Rp. 15.000.000
-
Pajak atas keuntungan. Rp. 5.250.000 (-)
-
Net proceed ata penjualan Rp. 9.750.000
Dengan mengetahui besarnya pajak atas penjualan mesin lama, maka
besarnya net investment masih dapat di hitung sebagai berikut :
-
Harga beli masih baru Rp.
114.000.000
-
Biaya-biaya intalasi Rp. 6.000.000 (+)
Rp.
120.000.000
-
Proceed penjualan mesin lama Rp.
60.000.000 (-)
Rp.
60.000.000
-
Pajak atas keuntungan penjualan Rp. 5.250.000 (-)
-
Net initial investment Rp.
54.750.000
Pajak atas keuntungan penjualan mesin lama juga dapat langsung
menambah besarnya proceed penjualan mesin yang pada akhirnya net intial
investment sama hasilnya yaitu sebesar Rp. 54.750.000. Untuk cara yang kedua
dapat di hitung sebagai berikut :
-
Harga beli mesin baru Rp.
114.000.000
-
Biaya-biaya intalasi Rp. 6.000.000 (+)
Rp.
120.000.000
-
Proceed
penjualan mesin lama Rp.
120.000.000 (-)
-
Net
initial investment Rp. 54.750.000
METODE-METODE PENILAIAN INVESTASI
Pada umumnya ada 5 (lima ) metode yang biasa dipertimbangkan untuk
dipakai dalam penilaian investasi. Metode-metode tersebut adalah :
- Metode Average Rate of Return
- Metode Payback
- Metode Net Present Value
- Metode internal Rate of Return
- Metode Profitability index.
Mekanisme dan perbedaan masing-masing metode tersebut
diberikan dibawah ini.
1.
Metode Average Rate of Return
Metode ini mengukur berapa tingkat keuntungan rata-rata
yang diperoleh dari suatu investasi. Angka yang dipergunakan adalah laba
setelah pajak dibandingkan dengan total atau average investment. Hasil yang
diperoleh dinyatakan dalam presentase. Angka ini kemudian diperbandingkan
dengan tingkat keuntungan yang disyaratkan. Apabila lebih besar daripada tingkat
keuntungan yang disyaratkan, maka proyek dikatakan menguntungkan, apabila lebih
kecil dari tingkat keuntungan yang disyaratkan proyek ditolak. Untuk lebih
jelasnya, berikut ini diberikan contoh perhitungan.
Misalkan ada suatu proyek yang memerlukan investasi
untuk aktiva sebesar Rp.800 juta dan Rp.200 juta untuk modal kerja. Aktiva
tetap ini ditaksir mempunyai usia ekonomis 8 tahun, tanpa nilai sisa dan disusutkan
dengan metode garis lurus (Stright line). Penghasilan dari penjualan ditaksir
sebesar Rp.1.500 juta per tahun. Biaya-biaya operasional tunai, diperkirakan
per tahun sebesar Rp.1.000 juta. Tarif pajak sebesar 35 %.
Untuk menghitung “Average Rate of Return”nya, kit perlu
hitung terlebih dahulu laba setelah pajak investasi ini.
Penghasilan dari penjualan
Biaya-biaya :
Operasional tunai Rp. 1.000 juta
Penyusutan (Rp.800
juta/8) 100 juta
Laba sebelum pajak
Pajak (35%)
Laba setelah pajak
|
Rp. 1.500 juta
Rp.1.100 juta
Rp. 400 juta
Rp. 140 juta
Rp. 260 juta
|
Dengan demikian, maka “ rate of return” pada setiap
tahunnya adalah :
Laba Setelah Pajak = ARR (Average Rate ot Return)
Total investasi
Rp. 260 juta
x 100% = 26 %
Rp. 1.000 juta
Karena laba setelah pajak yang diperoleh setiap tahunnya
sama, maka average rate of returnnya juga sama dengan 25%. Angka 26% ini
merupakan angka yang diperoleh dari initial investment, yaitu Rp. 1.000 juta.
Beberapa analis berpendapat bahwa yang dipergunakan
lebih baik pengertian average investment.
2.
Metode Payback
Metode ini mencoba mengukur seberapa cepat investasi
bisa kembali. Karena itu satuan hasilnya bukan presentase, tetapi satuan waktu
(bulan, tahun dan sebagainya). Kalau periode payback ini lebih pendek daripada
yang disyaratkan, maka proyek dikatakan menguntungkan, sedangkan kalau lebih
lama proyek ditolak.
Problem utama dari metode ini adalah sulitnya menentukan
periode payback maksimum yang disyaratkan, untuk dipergunakan sebagai angka
pembanding. Secara normatif, memang tida kada pedoman yang bisa dipakai untuk menentuka
payback umumnya dari peusahaan yang sejenis.
Misalya nilai investasi adalah sebesar
Rp.100.000.000,-, kemudian berdasarkan hasil analisa dapat diketahui bahwa tingkat pengembalian
setiap tahunnya adalah
Tahun
|
Nilai pengembalian
|
1.
|
0
|
2.
|
50.000.000,-
|
3.
|
150.000.000,-
|
4.
|
250.000.000,-
|
Total
|
450.000.000,-
|
Syarat bahwa tingkat pengembalian
selama 4 tahun. Pertanyaannya apakah investasi ini layak atau tidak berdasarkan
metode payback.
MP =
200.000.000/100.000.000 = 2,0
Kelemahan-kelemahan lain dari metode payback adalah :
- Diabaikannya nilai waktu
- Diabaikannya aliran kas setelah periode payback.
Untuk mengatasi kelemahan yang pertama ada yang
menggunakan discounted payback, dimana aliran kas operasional tersebut dan juga
terminal cash flow di-discounted-kan
dengan tingkat bunga yang dianggap relevan.
3.
Metode Net Present Value
Metode ini menghitung selisih antara nilai sekarang
investasi dengan nilai sekarang penerimaan-penerimaan kas bersih (operasional
maupun terminal cash flow) dimasa yang akan datang. Untuk menghitung nilai
sekarang tersebut perlu ditentukan terlebih dahulu tingkat bunga yang dianggap
relevan. Ada
beberapa konsep untuk menghitung tingkat bunga yang dianggap relevan ini. Pada
dasarnya tingkat bunga tersebut adalah tingkat pada pembelanjaan ataupun waktu
kita mulai mengaitkan keputusan investasi dengan keputusan pembelanjaan.
Perhatikan disini keterkaitan ini hanya mempengaruhi tingkat bunga, bukan
aliran kas. Apabila nilai sekarang penerimaan-penerimaan kas bersih dimasa yang
akan datang lebih besar daripada nilai sekarang investasi, maka proyek ini
dikatakan menguntungkan sehingga diterima. Sedangkan apabila lebih kecil (NPV
negative), proyek ditolak karena dinilai tidak menguntungkan.
4.
Metode internal Rate of Return
Metode ini menguntungkan tingkat bunga yang menyamakan
nilai sekarang investasi dengan nilai sekarang penerimaan-penerimaan kas bersih di masa-masa mendatang. Apabila
tingkat bunga ini lebih besar daripada tingkat bunga relevan (tingkat
keuntungan yang disyaratkan), maka investasi dikatakan menguntungkan, kalau
lebih kecil dikatakan merugikan.
Kalau kita terapkan pada contoh, maka untuk menghitung
internal rate of return (IRR)nya adalah sebagai berikut :
360 360 360 + 200
1.000 = +
+ ……….+
(1 + r ) ( 1+ r )2 (1 + r )8
r yang menyamakan sisi kiri persamaan
dengan sisi kanan persamaan merupakan IRR proyek tersebut. Sayangnya dalam
perhitungan IRR ini terpaksa perlu dilakukan
“Trial dan Error” (terutama kalau aliran kasnya tidak sama dari tahun ke
tahun) dan interpolasi. Kecuali, tentu saja kalau kita menggunakan bantuan alat
hitung elektronis yang shopisticated.
Kalau kita menggunakan angka 33%, maka
hasil sisi kanan persamaan adalah Rp.999,99. suatu angka yang cukup tepat untuk
mengatakan bahwa IRR proyek tersebub adalah 33%. (meskipun demikian kita nanti
mungkin tidak selalu seberuntung itu untuk mendapatkan angka yang relatif tepat
pada presentase yang utuh. Untuk itulah perlu dilakukan interpolasi).
Karena IRR proyek ini lebih besar dari
tingkat keuntungan yang disyaratklan, yaitu 33% lebih besar dari 25%, maka kita
mengatakan bahwa proyek ini menguntungkan, sehingga bisa diterima.
5.
Metode Profitability index
Metode ini menghitung perbandingan antara nilai sekarang
penerimaan –penerimaan kas bersih di masa sekarang penerimaan-penerimaan kas
bersih dimasa yang akan datang dengan nilai sekarang investasi. Kalau
Profitability Indeks (PI)-nya lebih besar dari 1, maka proyek dikatakan
menguntungkan, tetapi kalau kurang dikatakan tidak menguntungkan. Sebagaimana
metode NPV, maka metode ini perlu menentukan terlebih dahulu tingkat bunga yang
dipergunakan.
PERBANDINGAN METODE-METODE TERSEBUT
Pertanyaan pertama yang timbul dari adanya berbagai
metode untuk menilai investasi (proyek) tersebut adalah apakah metode-metode
tersebut akan selalu memberikan keputusan yang sama, baik dalam masalah
penilaian suatu usulan investasi maupun pemilihan investasi. Dengan kata lain,
kalau ada proyek, misalnya kita beri nama A, apakah proyek ini kalau dinilai dengan
average rate of return misalnya menguntungkan berarti juga menguntungkan kalau
dinilai dengan metode payback, NPV, IRR, dan IP. Kalau jawabannya selalu ya,
maka sebenarnya kita boleh saja memakai metode manapun.
Atau kalau kita diharuskan memilih salah satu atau
beberapa usulan investasi dari beberapa usulan investasi yang ada, apakah
keputusan kita akan konsisten? Dengan kata lain, kalau dengan metode average
rate of return kita memilih proyek A, apakah kita juga akan memilih proyek A,
apabila kita menggunakan metode payback, NPV, IRR, dan IP? Kalau jawabannya Ya,
berarti tidak ada masalah dalam penggunaan metode-netode tersebut.
Sayangnya, jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut
adalah tidak selalu ya jadi, suatu proyek bisa saja nilainya menguntungkan
dengan menggunakan suatu metode, tetapi ternyata dinilai tidak menguntungkan
kalau dinilai dengan metode lain. Demikian juga dengan menggunakan metode
tertentu kita mungkin memilih suatu proyek, tetapi dengan metode lain kita
mungkin memilih proyek lain. Karena itulah timbul pertanyaan tentang metode
mana yang harus dipergunakan.
Untuk itu marilah kita coba bandingkan metode-metode
tersebut. Dua metode yang pertama, yaitu average rate of return dan payback, mempunyai kelemahan yang
sama yaitu diabaikannya nilai waktu uang. Padalah kita tahu nilai waktu uang sangat penting bagi proyek yang
memberikan manfaat jangka panjang. Kalaupun metode payback tersebut
di-discounted-kan masih ada kelemahan yaitu diabaikannya aliran kas setelah
periode payback, kelemahan utama dari payback sebenarnya adalah tidak ada dasar
konsepsi untuk menentukan berapa payback maksimum yang diperkenankan.
Karena alasan itulah, maka pilihan kita tinggal pada 3 metode
terakhir, yaitu NPV, IRR dan PI. Ketiga metode ini mempunyai kesamaan yaitu
diperhatikannya nilai waktu uang dan menggunakan dasar alian kas. Marilah kita
coba bandingkan metode-metode tersebut. Kita mulai dari NPV dan PI.
Kalau metode NPV dan PI dipakai untuk menilai suatu
usulan investasi, maka per definisi, hasilnya akan selalu konsisten. Dengan kata lain, kalau NPV mengatakan diterima, maka PI
juga mengatakan diterima. Demikian pula sebaliknya.hal ini akan tampak jelas
kalau kita amati mekanisme kedua metode tesebut. Apabila nilai sekarang
penerimaan-penerimaan bersih kas dimasa yang akan datang lebih besar daripada
nilai sekarang investasi, maka berarti NPV-nya positif (proyek menguntungkan).
Dengan demikian, berarti perbandingan antara nilai sekarang investasi, akan
lebih berarti dari satu (PI lebih besar dari satu) yang berarti proyek
menguntungkan.
Dengan demikian maka metode NPV memberikan hasil yang
lebih baik daripada kalau kita menggunakan metode PI. Hal ini disebabkan karena
dengan menggunakan metode NPV, kita menggunakan absolute, bukan dalam
perbandingan seperti dalam PI. Karena itu apabila dibandingkan dengan metode
PI, NPV lebih baik.
Sekarang kalau kita bandingkan antara NPV dan IRR, mana
yang lebih baik di antara kedua metode tersebut? Untuk itu kita akan menempuh
prosedur perbandingan yang sama dengan diatas. Kalau kita bandingan antara
metode NPV dan IRR untuk menilai suatu usulan investasi yang sama, maka
hasilnya umumnya akan sama, meskipun mungkin bisa tidak selalu sama. Hal ini
terutama untuk pola aliran kas yang tidak normal. Contoh berikut ini akan lebih
memperjelas.
Misalkan ada proyek yang mempunyai pola aliran kas
semacam ini.
Tahun
|
0
|
1
|
2
|
Aliran kas
|
-Rp.1,6
|
+Rp. 10
|
-Rp.10
|
Pola aliran kas semacam ini kita katakan tidak normal,
karena operasional cash flow ternyata tidak selalu positif setiap tahunnya.
Keadaan tersebut bisa kita tuliskan persamaannya menjadi
10 10
1,6 = +
(1 + r)
(1 + r)2
kalau kita kalikan kedua sisi persamaan dengan (1 + r)2,
maka hasilnya adalah
1,6 (1 + r)2 = 10 (1 + r) – 10
1,6 r2 – 6,8 + 1,6 = 0
dengan menggunakan rumus abc, maka kita bisa mencari
nilai-nilai r yaitu :
r1 = 4 (yang berarti 400%), dan
e2 = 0,25 (yang berarti 25%.
Dengan demikian, tinbul masalah tingkat bunga mana yang
seharusnya dipakai. Kalau misalkan tingkat keuntungan yang disyaratkan adalah
30%, maka dengan menggunakan r1 = 400%, kita mengatakan proyek ini
menguntungkan, tetapi kalau kita memakai r2 = 25%, kita mengatakan
proyek ini perlu ditolak. Hal ini kalau kita gambarkan, akan nampak seperti
pada gambar.
Gambar. IRR Ganda
Keadaan semacam ini tidak akan kita jumpai kalau kita
menggunakan metode NPV. Kalau kita menggunakan tingkat bunga 30%, maka NPV
proyek itu adalah Rp.0,175 juta, karena positif berarti proyek diterima. Ada beberapa kelemahan
metode IRR, tetapi disini kita hanya membatasi sampai disini saja.
Kesimpulan dari semua perbandingan ini adalah bahwa
metode yang seharusnya dipergunakan adalah metode NPV.
MENILAI INVESTASI DENGAN NET
PRESENT VALUE
Setelah kita mengetahui bahwa metode NPV-lah yang seharusnya
dipergunakan daam menilai usulan-usulan investasi, maka disini kita akan
memberikan berbagai contoh yang bervariasi untuk menggunakan metode NPV itu.
Variasi-variasi yang akan kita bicarakan disini adalah tentang: pemilihan
aktiva, yang mempunyai nilai investasi, usia ekonomis, dan biaya operasi yang
berbeda; masalah penggantian aktiva
(replacement); dan terakhir kalau kita perlu memperhatikan factor inflasi
dalam menilai usulan investasi.
Penilaian Aktiva
Seringkali perusahaan dihadapkan pada masalah penggunaan aktiva yang
mempunyai karakteristik yang berbeda. Sebagai misal, apakah kita akan
menggunakan alat angkut yang menggunakan bahan bakar ensin ataukah solar,
apakah kita akan menggunakan mesin ketik IBM atau Canon, dan lain sebagainya.
Pemilihan ini timbul karena ada dua atau lebih aktiva yang bisa memberikan
pelayanan yang sama, tetapi mungkin mempunyai harga, usia ekonomis, dan biaya
operasi yang berbeda. Kalau kita misalkan ada 2 mesin, A dan B, yang
berkapasitas sama, harganya sama, usia ekonomis sama pula, tetapi masalahnya
mugkin ketiga factor tersebut (harga, usia ekonomis, dan biaya operasi)
berbeda. Dengan demikian pemilihannya tidaklah sesederhana contoh tadi. Umumnya
kalau suatu mesin mempunyai harga yang lebih mahal, mesin tersebut akan
mempunyai usia ekonomis yang lebih lama, dan biaya operasi yang lebih rendah.
Penggantian Aktiva
Perlu dikemukakan masalah penggantian mesin lama
dengan mesin baru, dimana keduanya mempunyai usia ekonomis yang sama. Karena sudah diberikan taksiran aliran kasnya, maka
kita tinggal
menghitung NPV-nya dengan menggunakan suatu tingkat bunga yang dianggap
relevan. Misalkan tingkat bunga tersebut adalah 30%, maka NPV proyek
penggantian aktiva tersebut adalah
20,5 20,5 20,5
20,5
NPV = - 40 +
+ + +
1,3 1,32
1,33 1,34
= - 40 + 44,403
= + Rp.4,403 juta
Karena itu proyek dikatakan menguntungkan.
Sekarang
aktiva yang baru mempunyai usia ekonomis yang lebih lama. Dalam hal ini kita
harus menggunakan dimensi waktu yang sama yaitu 4 tahun (sesuai dengan usia
ekonomis mesin lama), dan sisa usia ekonomis mesin baru kita anggap sebagai
sisa, yang merupakan terminal cash flow. Dengan demikian NPV proyek penggantian
mesin tersebut adalah
17,5
17,5 17,5
17,5 40
NPV = - 40 +
+ + +
1,3 1,32
1,33 1,34
1,35
= - 40 + 48,32
= + Rp.8,32 juta
POINT PEMBELAJARAN
A. Pada umumnya ada 5 (lima) metode yang biasa dipertimbangkan untuk
dipakai dalam penilaian investasi.
Metode-metode tersebut adalah : 1. Metode Average Rate of Return (Metode ini mengukur
berapa tingkat keuntungan rata-rata yang diperoleh dari suatu investasi. Angka
yang dipergunakan adalah laba setelah setelah pajak dibandingkan dengan total
atau average investment); 2. Metode Payback (Metode ini mencoba mengukur seberapa cepat investasi bisa kembali); 3. Metode Net Present
Value (Metode
ini menghitung selisish antara nilai sekarang investasi dengan nilai sekarang
penerimaan-penerimaan kas bersih (operasional maupun terminal cash flow) dimasa
yang akan datang; 4. Rate of Return (Metode ini menguntungkan tingkat bunga yang menyamakan nilai
sekarang investasi dengan nilai sekarang penerimaan-penerimaan kas bersih di
masa-masa mendatang); 5. Metode Profibility Index (Metode ini menghitung perbandingan antara nilai sekarang
penerimaan-penerimaan kas bersih di masa sekarang penerimaan-penerimaan kas
bersih dimasa yang akan datang dengan nilai sekarang investasi).PERBANDINGAN METODE-MTODEMETODE-MTODE
Pertanyaan
pertama yang muncul dari adanya beberapa metode untuk menilai investasi
(payback) tersebut adalah apakah metode-metode tersebut akan selalu memberikan
keputusan yang sama, baik dalam masalah penilaian suatu usulan investasi maupun
pemilihan investasi.
Dengan kata
lain, kaua ada proyek, misalnya kita beri nama A, apakah kita juga akan memilih
proyek A, apabila kita menggunakan metode payback, NPV, IRR, dan IP? Kalau
jawabannya selalu ya, maka sebenarnya kita boleh saja memakai metode manapun.
B.
MENILAI INVESTASI DENGAN NET PRESENT VALUE
. Setelah kita menegtahui bahwa metode NPV-lah yang
seharusnya dipergunakan dalam menilai usulan-usulaninvestasi, maka disini kita
akan memberikan berbagai contoh yang bervariasi untuk menggunakan metode NPV
itu. Variasi-variasi yang akan kita bicarakan disini adaah tentang : pemilihan
aktiva, yang mempunyai nilai investasi, usia ekonomis, dan biaya operasi yang
berbeda ; misalnya penggantian aktiva
(replacement) ; dan terakhir kita perlu memperhatikan factor inflasi dalam
menilai usulan investasi.
1.
Penilaian aktiva
Serinkali
perusahaan dihadapkan pada masalah penggunaan aktiva yang mempunyai
karakteristik yang berbeda
2.
Penggantian
aktiva
Perlu
dikemukakan masalah penggantian mesin lama dengan mesin baru, dimana keduanya
mempunyai usia ekonomi yang sama. Karrna
sudah diberikan nilai taksiran aliran kasnya, maka tinggal menghitung NPV-nya
dengan menggunakan suatu tingkat bunga yang di anggap relavan.
Referensi
Amin Widjaja Tunggal, 2000, Dasar-dasar Analisis Laporan Keuangan, PT.
Rineka Cipta, Jakarta.
Brigham F. Eugene & Houston F. Joel,
2014. Dasar-dasar Manajemen Keuangan (Edisi 11 Buku 1), Salemba Empat,
Jakarta.
Dwi Prastowo & Rifka Juliaty, 2002, Analisis Laporan Keuangan ( Konsep
dan Aplikasi), Cetakan kedua (revisi),
Unit Penerbit dan Percetakan AMP YKPN, Yokyakarta.
Faisal Abdullah, 2013. Dasar – Dasar Manajemen Keuangan, Edisi Keenam,
Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang, Malang.
Irham Fahmi, 2012, Pengantar Manajemen
Keuangan Teori dan Soal Jawab, Hal: 77-78, Alfabeta,
Bandung.
Kasmir, 2015, Analisis Laporan Keuangan, Cetakan ke
delapan, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta.
Mamduh & Abdul Halim, 2016, Analisis Laporan
Keuangan, Edisi Kelima Cetakan Pertama,
UPP STIM YKPN Yokyakarta.
Martono, SU, 2008, Manajemen Keuangan, Edisi
ketujuh, Penerbit Ekonisia, Yogyakarta.
Munawir, 2007. Analisa Laporan Keuangan, Edisi keempat
cetakan keempatbelas, Liberty Yokyakarta.
Sartono Agus,
2001, Manajemen Keuangan Teori Dan Aplikasi Edisi 4,
Yogyakarta : BPFE Yogyakarta.
Suad Husnan & Enny Pudjiastuti, 2006. Dasar-dasar Manajemen Keuangan
(Edisi ke Enam). UPP STIM YKPN, Yokyakarta.
Van Horne C, James & Wachowics, Jr. M, John, 2014. Prinsip- prinsip
Manajemen Keuangan
( Fundamental of Financial Management ). Salemba Empat, Jakarta.
Weston Fred & Copeland E.
Thomas, 2000, Manajemen Keuangan, Erlangga anggota IKAPI Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar