( Tinjauan Penigkatan Pendapatan )
Yuliati Basri, S.Hut., MM
Kasi Perencanaan & Pemanfaatan Hasil Hutan & Pemberdayaan Masyarakat (P2HH & PM) BKPH Maria Donggomassa
A. Latar Belakang
Menurut Prasetyo Eko (2008), bahwa salah satu indikator utama dalam mengukur keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara adalah laju pertumbuhan ekonomi. Ekonomi dikatakan bertumbuh jika produksi barang dan jasa meningkat dari tahun sebelumnya dan menghasilkan tambahan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat dalam periode waktu tertentu. Dibeberapa Negara berkembang tak kecuali di Indonesia, pertumbuhan ekonomi yang tinggi menjadi sasaran utama pembangunan, namun persoalnnya adalah sasaran pertumbuhan ekonomi yang tinggi belumlah cukup menjadi jaminan bahwa kesejahteraan masyarakat meningkat secara merata.
Pertumbuhan ekonomi secara makro memang belum menyentuh pada seluruh lapisan masyarakat Indonesia dari sabang Sampai Marauke karena masih banyak diantara masyarakat yang hidup disekitar hutan masih terasing dan tidak tersentuh kenikmatan pembangunan yang sedang dipacu oleh Pemerintah, sehingga oleh pemerintah mengambil langkah cerdas dengan strategi memberdayakan masyarakat sampai pada tingkat tapak dengan menghadirkan sebuah peraturan Menteri Kehutanan Lingkungan Hidup dan kehutanan yang terangkum dalam P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 Tentang Perhutanan Sosial. Kebijakan ini telah memberikan solusi terbaik dalam menyelesaikan konflik yang multi kompleks yang terjadi pada masyarakat sekitar hutan terutama dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pelestarian fungsi hutan.
Dengan adanya aturan ini masyarakat sekitar hutan diharapkan bisa lebih memposisikan dirinya dalam melakukan pengawasan dan pelestarian fungsi hutan, serta peningkatan kesejahteraan masyarakat masyarakat sekitar hutan.
Salah satu point penting dalam perhutanan sosial ini adalah merubah pola pikir masyarakat sekitar hutan dalam mengelola Kawasan Hutan dengan berorientasi pada Pelestarian Fungsi Hutan dan Masyarakat sejahtera
Hutan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat, serta mendorong masyarakat untuk mengelola kawasan dengan perubahan paradigma dari Orientasi Hasil Hutan Kayu menjadi Hasil Hutan Bukan Kayu ( HHBK).
Mendeteksi kesuksesan perhutanan sosial ditingkat tapak tidak terlalu sulit jika diukur dengan peningkatan jumlah pendapatan masyarakat sekitar hutan pengguna ijin pengelolaan dari akses perhutanan sosial dan melihat keadaan/kondisi pemberdayaan ekonomi masyarakat sekitar hutan. Hal ini menjadi lebih mudah dan cepat, juga merupakan salah satu hal yang bisa di lakukan meskipun gambarannya secara sederhana dan sangat simple.
B. Rumusan Masalah
Pada kajian ini membuat rumusan masalah dengan berpatokan kepada rumusan masalah deskriftif sehingga pada kajian ini dapat di jelaskan rumusan masalah sebagai berikut :
Bagaimana kesuksesan perhutanan sosial di tingkat tapak menuju peningkatan Kesejahteraan dan kemandirian ekonomi masyarakat sekitar hutan pada areal BKPH Maria Donggomassa ?
C. Metode Kajian
1. Metode Kajian
Metode Kajian yang digunakan adalah dengan menghitung jumlah pendapatan yang diperoleh masyarakat sekitar hutan dari hasil perolehan yang didapatkan dari hasil pemungutan Hasil Hutan Berupa Hasil Hutan Bukan Kayu ( HHBK ) serta melihat penguatan kelembagaan pada setiap Kelompok Masyarakat Sekitar Hutan.
2. Tempat Kajian
Kajian dilakukan di beberapa lokasi di Areal BKPH Maria Donggomassa yang memiliki Ijin Usaha Pemanfaatan Hutan Kemasyaraatan meliputi HKm Oi Rida, HKM Kapenta Nanga Nae dan HKm Kapari Lestari.
3. Teknik Pengumpulan Data
Dalam kajian ini, menggunakan teknik pengumpulan data dengan melalui wawancara dan studi dokumentasi dimana kajian dilakukan dengan mengumpulkan data – data kajian berupa hasil pertemuan ditingkat kelembagaan dan data perolehan Penerimaan Negara Bukan Pajak ( PNBP ) dari Januari sampai dengan Nopember 2018.
D. Tinjauan Pustaka
Bahwa salah satu arah kebijaksanaan pengarahan urbanisasi di
Indonesia yang pada saat sedang dikembangkan adalah mengembangkan daerah – daerah pedesaan agar memiliki nuansa khas pedesaan seperti lingkungan hijau dengan udara yang segar, pengembangan perekonomian desa juga didasarkan oleh pembangunan system perekonomian yang cocok dan mengandalkan potensi daerah pedesaan itu sendiri sebagai unggulan dengan harapan dengan munculnya penduduk pedesaan yang bernuansa perkotaan dapat menjadi motor pertumbuhan ekonomi dengan tetap memperhatikan dan mempertahankan aspek keserasian, keseimbangan dan keselarasan antara tuntutan pertumbuhan ekonmi dan keseimbangan ekosistem serta lingkungan alam ( Nur Feriyanto, 2014).
Pembangunan yang berarah pada penguatan daya saing daerah menuju pada kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat yang beresensi pada kekuatan diri harus berpatokan dan memperhatikan pada potensi unggulan yang dimiliki oleh daerah sesuai dengan kekhasan yang dimiliki oleh daerah.
Keunikan sebuah daerah merupakan anugerah yang dimiliki dan perlu untuk diketahui dan dinikmati oleh semua orang. Potensi yang ada harus bisa di jelajahi dan diketahui secara baik jika kedepannya diharapkan dapat memberikan sumbangsih pada kekuatan daerah menuju kemakmuran yang berkelanjutan. Setiap peluang dan potensi yang terjelajah dapat dipastikan akan mendukung pertumbuhan dan pengembangan pembangunan serta gairah investasi daerah yang berkualitas dan berdaya saing.
Pada era otonomi daerah seperti sekarang ini, setiap daerah memiliki kebebasan dalam menentukan arah kebijakan pembangunan ekonomi wilayah, dan untuk menentukan arah dan kebijakan pembangunan disuatu daerah sangat diperlukan informasi mengenai potensi ekonomi wilayah dan potensi ini dapat diketahui dengan melakukan indentifikasi keunggulan dan kelemahan berbagai sector maupun sub sector ekonomi diwilayah tersebut. Sector ekonomi yang memiliki unggulan, memiliki prospek yang lebih baik untuk dikembangkan dan diharapkan dapat mendorong sector ekonomi lain untuk berkembang ( Dodo Kurniawan, 2015 ).
Selanjutnya Tarigan, (2012) dalam Dodo Kurniawan (2015) bahwa potensi keunggulan suatu daerah dipengaruhi oleh factor :
1. Pemberian alam, yaitu karena kondisi alam wilayah yang memiliki keunggulan untuk menghasilkan produk tertentu.
2. Masyarakatnya menguasai teknologi mutakhir ( menemukan hal – hal baru ) untuk jenis produk tertentu
3. Masyarakatnya menguasai keterampilan khusus
4. Wilayah yang dekat dengan pasar
5. Wilayah dengan aksesibilitas tinggi
6. Daerah konsentrasi/sentra dari suatu kegiatan sejenis
7. Daerah agglomerasi dari berbagai kegiatan yaitu memanfaatkan keuntungan aglomerasi.
8. Upah buruh rendah dan tersedia dalam jumlah cukup dan didukung oleh keterampilan yang memadai dan mentalitas yang mendukung.
9. Mentalitas masyarakat yang baik untuk pembangunan jujur, terbuka, bekerja keras, dapat diajak bekerjasama dan disiplin.
10. Kebijaksanaan pemerintah yang mendukung pada terciptanya keunggulan suatu kegiatan ekonomi suatu daerah.
( Dodo Kurniawan, 2015 )
Kesuksesan pembangunan juga dapat terlihat dengan melalui pemberdayaan masyarakat yang semakin bergairah dan mampu Meningkatkan produktifitas berdasarkan pada kekuatan dan kemampuan diri, hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Dwi Pratiwi Kurniawati, dkk ( 2013 ) yang berjudul Pemberdayaan Masyarakat di Bidang Usaha Ekonomi ( Studi pada Badan Pemberdayaan Masyarakat Kota Mojokerto ), bahwa dampak dari program pemberdayaan yang telah dilaksanakan oleh Badan Pemberdayaan Masyarakat Mojokerto telah dapat Meningkatkan kemandirian ekonomi terutama produktivitas dan pendapatan masyarakat yang mendapatkan bantuan.
Pembangunan merupakan sebuah proses perubahan yang menunjukkan terjadinya kemajuan dan pergerakan sebuah masyarakat melalui kemampuan dan kekuatan diri sendiri yang pandang secara multiaspek yang mencakup berbagai hal mendasar baik secara struktur sosial masyarakat, kemampuan survival masyarakat, perkembangan institusi – institusi pemerintah yang lebih terbuka dan transparant, peningkatan
partisipasi masyarakat dalam melakukan pemberdayaan diri, kemudahan aksesibilitas sumber daya daerah maupun kemantapan sumber daya yang tidak bisa digoyangkan dan diintervensi oleh hal lain. Arsyad (2010 : 374 ) dalam Kurniawan Dodo ( 2015 : 2 ) menyatakan bahwa pembangunan ekonomi daerah adalah proses dimana pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut. Dalam kerangka pencapaian tujuan pembangunan ekonomi secara sadar dibutuhkan kebijakan kebijakan pembangunan yang didasarkan pada ciri khas (unique value) dari daerah yang bersangkutan (endogenenous development) dengan menggunakan potensi sumber daya manusia, kelembagaan dan sumber daya fisik secara lokal (daerah).
E. Hasil dan Pembahasan Kajian
Upaya pemerintah mendorong perkembangan kemajuan masyarakat sekitar hutan melalui perhutanan sosial telah memberikan peningkatan kepercayaan diri masyarakat sekitar hutan untuk bergerak menuju pada tujuan pembangunan nasional yang adil dan makmur serta menemukan eksistensi diri sehingga kemandirian ekonomi masyarakat sekitar hutan akan tercipta secara berkelanjutan. Perhutanan sosial telah mengoptimalkan partisipasi masyarakat secara kelembagaan, peningkatan kesejahteraan pada tingkat tapak, terjadinya pemerataan pembangunan, peningkatan keamanan dan ketertiban daerah sekitar hutan, peningkatan pemberdayaan ekonomi, serta menurunkan ketertarikan pergerakan masyarakat pedesaan menuju ke kota.
Walaupun hasil cakupan pembangunan di Kota besar melaju dengan gesit beriring dengan penambahan sarana dan prasarana, kemudahan akses investasi, perputaran modal yang cepat, kedekatan mobile dengan pemerintah, ketersediaan kebutuhan fisik masyarakat yang serba ada namun masyarakat sekitar hutan pun telah beranjak secara mandiri dan bergerak secara pasti dalam menumbuhkan eksistensi diri dan menciptakan kemandirian ekonomi.
Semangat pencapaian kemandirian ekonomi masyarakat sekitar hutan tetap secara konsisten dan komitmen secara berkelanjutan untuk selalu bangkit dan bergairah sebagai cikal bakal kebangkitan bangsa Indonesia secara serentak dan nasional melalui perhutanan sosial.
Berdasarkan pada fakta dan data yang empiris, berikut pemaparan tentang kesuksesan perhutanan sosial ditingkat tapak melalui peningkatan kesejahteraan dan kemandirian ekonomi masyarakat sekitar hutan pada areal BKPH Maria Donggomassa dengan menggunakan Tinjuan perhitungan pendapatan masyarakat sekitar hutan dan penguatan Kelembagaan pada setiap kelompok masyarakat sekitar hutan.
1. Pendapatan Masyarakat Sekitar Hutan di HKm Oi Rida, HKm Kapari Lestari dan Hkm Kapenta Nanga Nae pada Areal BKPH Maria Donggomassa.
Perhutanan Sosial merupakan pemberian akses legal kepada masyarakat sekitar hutan untuk melakukan pengelolaan atau pemanfaatan kawasan hutan secara lestari.
Upaya pemerintah dalam pemberian akses ini diharapkan Masyarakat dapat menikmati Hasil Hutan Bukan Kayu ( HHBK ) dari hasil pengelolaan kawasan hutan dengan tetap menjaga Hasil Hutan secara lestari. Upaya ini akan mengalami kesusksesan apabila dapat dipahami dengan baik oleh masyarakat dan didukung oleh kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga hutan.
Pengelolaan kawasan hutan secara lestari dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan jika dikelola dengan pemahaman yang benar. Berikut jumlah pendapatan masyarakat sekitar hutan yang mendapatkan hasil dari pemungutan hasil hutan bukan kayu pada areal BKPH Maria Donggomassa berdasarkan pada data hasil Penerimaan Negara Bukan Pajak ( PNBP ) Selama Januari sampai dengan Nopember 2018 diareal KPH Maria Donggomassa dengan data rincian sebagai berikut :
Tabel 1. Data Jumlah Penerimaan Negara Bukan Kayu ( PNBP ) berdasarkan Komoditi Hasil Hutan Bukan Kayu ( HHBK ) selama Januari sampai dengan Nopember 2018 pada areal BKPH Maria Donggomassa.
No. Jenis Komoditi Produksi Setoran PNBP (Rp)
1. Kemiri 14,348 Ton 10.330.560
2. Mente (HHBK Lainnya) 48,10 Ton 1.443.000
3. Kopi 7,351 Ton 1.984.740
4. Madu 274 liter 822.000
5. Bambu 8.629 Batang 2.588.700
Jumlah 17.169.000
Berdasarkan data pada tabel 1 diatas bahwa produksi HHBK pada masyarakat sekitar hutan pada areal BKPH Maria Donggomassa yang telah mendapatkan akses perhutanan sosial telah memberikan produksi Kemiri sebanyak 14,348 ton, Kopi sebanyak 7,351 ton, Madu sebanyak 274 ton, HHBK lainnya sebanyak 48,100 ton dan bambu sebanyak 8.629 Batang dengan jumlah PNBP berkisar Rp. 17.169.000,-. Kontribusi masyarakat sekitar hutan dalam
memberikan dan menyetorkan PNBP merupakan bukti adanya komitmen kuat masyarakat sekitar hutan atas`pemakaian aset negara melalui pengelolaan kawasan hutan dan juga merupakan bukti bahwa masyarakat memiliki kesadaran dan komitmen atas` perhutanan sosial yang diberikan oleh pemerintah pusat.
Produksi Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) ini telah meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar hutan pada areal BKPH Maria Donggomassa dan hal ini mengindikasikan bahwa tujuan dari kehadiran perhutanan sosial akan menciptakan `kemandirian ekonomi pada masyarakat sekitar hutan. Berikut perhitungan jumlah pendapatan masyarakat sekitar hutan pada areal BKPH Maria Donggomassa khususnya pada lokasi HKm OI Rida, HKm Kapari Lestari dan HKm Kapenta Nanga Nae.
Tabel 2. Data Jumlah Penerimaan Negara Bukan Kayu ( PNBP ) berdasarkan komoditi Hasil Hutan Bukan Kayu ( HHBK ) selama Januari sampai dengan Nopember 2018.
No. Jenis Komoditi Volume Harga Pasar ( Rp ) Total Pendapatan
Kemiri 14,348 Ton 7.500/kg 107.610.000
Mente 48, 100 Ton 15.000/kg 721.500.000
Kopi 3,672 Ton 27.000/kg 99.144.000
Madu 274 liter 150.000/liter 41.100.000
Bambu 8.629 Batang 30.000/ 3 Batang 86.290.000
Jumlah 1.055.644.000
Jika dilihat dari jumlah pandapatan dari 3 HKm yang beroperasi yang berada diareal KPH Maria Donggomassa adalah sekitar Rp. 1.055.644.00, maka dapat dikatakan bahwa tujuan untuk mencapai kemandirian ekonomi pada masyarakat sekitar hutan tidak akan sulit untuk dicapai.
2. Penguatan Kelembagaan Masyarakat Sekitar Hutan di HKm Oi Rida, HKm Kapari Lestari dan HKm Kapenta Nanga Nae
Penguatan kelembagaan masyarakat sekitar hutan dilakukan dengan memberikan kesempatan masyarakat untuk menyampaikan aspirasi dan
keinginannya lewat sebuah wadah yang mempersatukan masyarakat sekitar hutan.
Menyesuaikan dengan keinginan, tujuan dan konsep dari perhutanan soaial dibutuhkan Kelompok Tani Hutan ( KTH ) yang mampu memiliki komitmen dalam membangun kelestarian hutan dengan menerapkan konsep budaya yang sesuai dengan harapan dan kemampuan penduduk masyarakat sekitar hutan.
Foto 1. Pembinaan Kelompok HKm Kapari Lestari ( fb yuliati basri)
Foto 2. Pembinaan Kelompok HKm Oi Rida ( fb yuliati basri)
Foto 3. Pembinaan Kelompok HKm Kapenta Nanga Nae ( fb yuliati basri)
Foto 4. Pembinaan Kelompok HKm Kapenta Nanga Nae ( fb yuliati basri)
Penguatan kelembagaan merupakan hal terpenting dalam menjamin kesuksesan penerapan dari konsep perhutanan sosial, Kelembagaan yang kuat secara alami akan mendukung kekuatan untuk bangkit memenuhi kebutuhan ekonomi masyarakat sekitar hutan secara mandiri, kekuatan inipun akan mampu menjaga keamanan kawasan hutan secara efektif serta mampu meningkatkan kompetensi sumberdaya manusia yang hidup dan tergantung dari kawasan hutan.
F. BAGIAN PENUTUP
Berdasarkan hasil ulasan diatas maka dapatlah ditarik kesimpulan bahwa :
1. Kesuksesan pembangunan ditingkat tapak sesungguhnya dapat tercermin melalui rangkaian aktivitas yang terjadi pada masyarakat desa yang semakin memiliki kepekaaan dan kepercayaan diri untuk meningkatkan kemandirian ekonomi.
2. Kemandirian ekonomi masyarakat sekitar hutan 3 HKm yang beroperasi yang berada diareal KPH Maria Donggomassa meliputi HKm Oi Rida, HKm Kapari Lestari dan HKm Kapenta Nanga Nae dapat dilihat dari jumlah uang yang diperoleh oleh masyarakat sekitar hutan dari hasil pemungutan hasil hutan bukan kayu adalah Rp. 1.055.644.00, .
G. Daftar Pustaka
Dodo Kurniawan, 2015. Strategi Pengembangan Sektor – Sektor Ekonomi Potensial ( Studi di Kabupaten Dompu – Nusa Tenggara Barat ), Cetakan Pertama, Genta Press, Yokyakarta.
Dwi Pratiwi Kurniawati, dkk. (2013), Pemberdayaan Masyarakat di Bidang Usaha Ekonomi ( Studi pada Badan Pemberdayaan Masyarakat Kota, Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. No. 4 Hal 9 – 14.
Nur Feriyanto, 2014. Ekonomi Sumber Daya Manusia, Cetakan Pertama, UPP STIM YKPN, Yokyakarta.
Prasetyo, Eko. 2008 ” The Quality of Growth: Peran Teknologi dan Investasi Human Capital Sebagai Pemacu Pertumbuhan Ekonomi Berkualitas”. Jejak, Volume 1, Nomor 1.