KESUKSESAN PERHUTANAN SOSIAL DITINGKAT TAPAK MENUJU
KEMANDIRIAN EKONOMI MASYARAKAT
SEKITAR HUTAN PADA AREAL BKPH MARIA DONGGOMASSA
( Tinjauan Peningkatan
Pendapatan )
Yuliati Basri, S.Hut., MM
Kasi Perencanaan dan Pemanfaatan
Hutan dan Pemberdayaan Masyarakat (P2H & PM) BKPH Maria Donggomassa
A.
Latar
Belakang
Menurut Prasetyo Eko (2008), bahwa salah satu
indikator utama dalam mengukur keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara
adalah laju pertumbuhan ekonomi. Ekonomi dikatakan bertumbuh jika produksi
barang dan jasa meningkat dari tahun sebelumnya dan menghasilkan tambahan
pendapatan dan kesejahteraan masyarakat dalam periode waktu tertentu.
Dibeberapa Negara berkembang tak kecuali di Indonesia, pertumbuhan ekonomi yang
tinggi menjadi sasaran utama pembangunan, namun persoalnnya adalah sasaran
pertumbuhan ekonomi yang tinggi belumlah cukup menjadi jaminan bahwa
kesejahteraan masyarakat meningkat secara merata.
Pertumbuhan
ekonomi secara makro memang belum menyentuh pada seluruh lapisan masyarakat
Indonesia dari sabang Sampai Marauke karena masih banyak diantara masyarakat
yang hidup disekitar hutan
masih terasing dan tidak tersentuh kenikmatan pembangunan yang sedang dipacu
oleh Pemerintah, sehingga oleh pemerintah
mengambil langkah cerdas dengan
strategi memberdayakan masyarakat sampai pada tingkat tapak dengan menghadirkan sebuah peraturan Menteri Kehutanan
Lingkungan Hidup dan kehutanan yang terangkum dalam P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 Tentang
Perhutanan Sosial. Kebijakan ini telah memberikan solusi terbaik dalam
menyelesaikan konflik yang multi kompleks yang terjadi pada masyarakat sekitar hutan
terutama dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pelestarian fungsi
hutan.
Dengan adanya aturan ini masyarakat sekitar hutan
diharapkan bisa lebih memposisikan dirinya dalam
melakukan pengawasan dan pelestarian fungsi hutan, serta peningkatan kesejahteraan masyarakat masyarakat sekitar hutan.
Salah satu point penting dalam perhutanan sosial ini
adalah merubah pola pikir masyarakat sekitar hutan dalam mengelola Kawasan
Hutan dengan berorientasi pada Pelestarian Fungsi Hutan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat,
serta mendorong masyarakat untuk
mengelola kawasan dengan perubahan paradigma dari Orientasi Hasil Hutan Kayu
menjadi Hasil Hutan Bukan Kayu ( HHBK).
Mendeteksi kesuksesan perhutanan sosial
ditingkat tapak tidak terlalu sulit jika diukur dengan peningkatan jumlah pendapatan masyarakat
sekitar hutan pengguna ijin pengelolaan dari akses perhutanan sosial dan melihat keadaan/kondisi pemberdayaan
ekonomi masyarakat sekitar hutan. Hal ini menjadi lebih mudah dan cepat, juga merupakan salah satu hal yang bisa
di lakukan meskipun gambarannya secara
sederhana dan sangat simple.
B.
Rumusan Masalah
Pada
kajian ini membuat rumusan
masalah dengan berpatokan kepada rumusan masalah deskriftif sehingga pada kajian ini dapat di jelaskan rumusan masalah sebagai berikut :
Bagaimana
kesuksesan perhutanan sosial
di tingkat tapak menuju peningkatan
Kesejahteraan dan kemandirian ekonomi masyarakat sekitar hutan pada areal BKPH
Maria Donggomassa ?
C.
Metode Kajian
1. Metode Kajian
Metode Kajian yang digunakan adalah dengan menghitung jumlah pendapatan yang diperoleh
masyarakat sekitar hutan dari hasil perolehan yang didapatkan dari hasil
pemungutan Hasil Hutan Berupa Hasil Hutan Bukan Kayu ( HHBK ) serta
melihat penguatan kelembagaan pada setiap Kelompok Masyarakat Sekitar Hutan.
2. Tempat Kajian
Penelitian dilakukan di beberapa lokasi di Areal BKPH Maria
Donggomassa yang memiliki Ijin Usaha Pemanfaatan Hutan
Kemasyaraatan meliputi HKm Oi Rida, HKM Kapenta Nanga Nae dan HKm Kapari
Lestari.
3. Teknik Pengumpulan Data
Dalam kajian ini, menggunakan teknik pengumpulan data dengan melalui
wawancara dan studi dokumentasi dimana penelitian
dilakukan dengan mengumpulkan data – data kajian berupa hasil pertemuan ditingkat kelembagaan dan
data perolehan Penerimaan Negara Bukan Pajak ( PNBP ) dari Januari sampai
dengan Nopember 2018.
D.
Tinjauan
Pustaka
Bahwa
salah satu arah kebijaksanaan pengarahan urbanisasi di Indonesia yang pada saat
sedang dikembangkan adalah mengembangkan daerah – daerah pedesaan agar memiliki
nuansa khas pedesaan seperti lingkungan hijau dengan udara yang segar,
pengembangan perekonomian desa juga didasarkan oleh pembangunan system
perekonomian yang cocok dan mengandalkan potensi daerah pedesaan itu sendiri
sebagai unggulan dengan harapan dengan munculnya penduduk pedesaan yang
bernuansa perkotaan dapat menjadi motor pertumbuhan ekonomi dengan tetap
memperhatikan dan mempertahankan aspek keserasian, keseimbangan dan keselarasan antara tuntutan pertumbuhan ekonmi dan
keseimbangan ekosistem serta lingkungan alam ( Nur Feriyanto, 2014).
Pembangunan
yang berarah pada penguatan daya saing daerah menuju pada kemakmuran dan
kesejahteraan masyarakat yang beresensi pada kekuatan diri harus berpatokan dan
memperhatikan pada potensi unggulan yang dimiliki oleh daerah sesuai dengan
kekhasan yang dimiliki oleh daerah.
Keunikan
sebuah daerah merupakan anugerah yang dimiliki dan perlu untuk diketahui dan
dinikmati oleh semua orang. Potensi yang ada harus bisa di jelajahi dan
diketahui secara baik jika kedepannya diharapkan dapat memberikan sumbangsih pada kekuatan daerah
menuju kemakmuran yang berkelanjutan. Setiap peluang dan potensi yang
terjelajah dapat dipastikan akan mendukung pertumbuhan dan pengembangan pembangunan
serta gairah investasi daerah yang
berkualitas dan berdaya saing.
Pada era otonomi daerah seperti
sekarang ini, setiap daerah memiliki kebebasan dalam menentukan arah kebijakan
pembangunan ekonomi wilayah, dan
untuk menentukan arah dan kebijakan pembangunan disuatu daerah sangat
diperlukan informasi mengenai potensi ekonomi wilayah dan potensi ini dapat
diketahui dengan melakukan indentifikasi keunggulan dan kelemahan berbagai
sector maupun sub sector ekonomi diwilayah tersebut. Sector ekonomi yang
memiliki unggulan, memiliki prospek
yang lebih baik untuk dikembangkan dan diharapkan dapat mendorong sector
ekonomi lain untuk berkembang ( Dodo Kurniawan, 2015 ).
Selanjutnya Tarigan, (2012) dalam
Dodo Kurniawan (2015) bahwa potensi keunggulan suatu daerah dipengaruhi oleh
factor :
1. Pemberian
alam, yaitu karena kondisi alam wilayah yang memiliki keunggulan untuk
menghasilkan produk tertentu.
2. Masyarakatnya
menguasai teknologi mutakhir ( menemukan hal – hal baru ) untuk jenis produk
tertentu
3. Masyarakatnya
menguasai keterampilan khusus
4. Wilayah
yang dekat dengan pasar
5. Wilayah
dengan aksesibilitas tinggi
6. Daerah
konsentrasi/sentra dari suatu kegiatan sejenis
7. Daerah
agglomerasi dari berbagai kegiatan yaitu memanfaatkan keuntungan aglomerasi.
8. Upah
buruh rendah dan tersedia dalam jumlah cukup dan didukung oleh keterampilan
yang memadai dan mentalitas yang mendukung.
9. Mentalitas
masyarakat yang baik untuk pembangunan jujur, terbuka, bekerja keras, dapat
diajak bekerjasama dan disiplin.
10. Kebijaksanaan
pemerintah yang mendukung pada terciptanya keunggulan suatu kegiatan ekonomi
suatu daerah.
(
Dodo Kurniawan, 2015 )
Kesuksesan pembangunan juga dapat
terlihat dengan melalui pemberdayaan
masyarakat yang semakin bergairah dan mampu Meningkatkan produktifitas
berdasarkan pada kekuatan dan kemampuan diri, hal ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan Dwi Pratiwi Kurniawati, dkk ( 2013 ) yang berjudul Pemberdayaan
Masyarakat di Bidang Usaha Ekonomi ( Studi pada Badan Pemberdayaan Masyarakat
Kota Mojokerto ), bahwa dampak dari program pemberdayaan yang telah
dilaksanakan oleh Badan Pemberdayaan Masyarakat Mojokerto telah dapat
Meningkatkan kemandirian ekonomi terutama produktivitas dan pendapatan
masyarakat yang mendapatkan bantuan.
Pembangunan
merupakan sebuah proses perubahan yang menunjukkan terjadinya kemajuan dan
pergerakan sebuah masyarakat melalui kemampuan dan kekuatan diri sendiri yang
pandang secara multiaspek yang mencakup berbagai hal mendasar baik secara struktur sosial masyarakat,
kemampuan survival masyarakat,
perkembangan institusi – institusi pemerintah yang lebih terbuka dan
transparant, peningkatan partisipasi masyarakat dalam melakukan pemberdayaan
diri, kemudahan aksesibilitas sumber daya daerah maupun kemantapan sumber daya
yang tidak bisa digoyangkan dan diintervensi oleh hal lain. Arsyad (2010 : 374
) dalam Kurniawan Dodo ( 2015 : 2
) menyatakan bahwa pembangunan ekonomi
daerah adalah proses dimana pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumber
daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah dengan
sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang
perkembangan kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut. Dalam kerangka pencapaian
tujuan pembangunan ekonomi secara sadar dibutuhkan kebijakan kebijakan
pembangunan yang didasarkan pada ciri khas (unique value) dari daerah yang
bersangkutan (endogenenous development)
dengan menggunakan potensi sumber daya manusia, kelembagaan dan sumber daya
fisik secara lokal (daerah).
E.
Hasil dan
Pembahasan Kajian
Upaya
pemerintah mendorong perkembangan kemajuan masyarakat sekitar hutan melalui perhutanan sosial telah memberikan peningkatan
kepercayaan diri masyarakat sekitar
hutan untuk bergerak menuju pada tujuan
pembangunan nasional yang adil dan makmur serta menemukan eksistensi diri
sehingga kemandirian ekonomi
masyarakat sekitar hutan
akan tercipta secara berkelanjutan. Perhutanan sosial telah
mengoptimalkan partisipasi masyarakat secara kelembagaan, peningkatan kesejahteraan
pada tingkat tapak, terjadinya pemerataan pembangunan, peningkatan keamanan dan
ketertiban daerah sekitar hutan,
peningkatan pemberdayaan ekonomi, serta menurunkan ketertarikan pergerakan
masyarakat pedesaan menuju ke kota.
Walaupun
hasil cakupan pembangunan di Kota besar melaju dengan gesit beriring dengan
penambahan sarana dan prasarana, kemudahan akses investasi, perputaran modal
yang cepat, kedekatan mobile dengan
pemerintah, ketersediaan kebutuhan fisik masyarakat yang serba ada namun masyarakat sekitar hutan pun telah
beranjak secara mandiri dan bergerak secara pasti dalam menumbuhkan eksistensi
diri dan menciptakan kemandirian ekonomi.
Semangat pencapaian kemandirian ekonomi masyarakat sekitar
hutan tetap secara konsisten dan komitmen
secara berkelanjutan untuk selalu bangkit dan bergairah sebagai cikal bakal
kebangkitan bangsa Indonesia secara serentak dan nasional melalui perhutanan sosial.
Berdasarkan pada fakta dan data yang
empiris, berikut pemaparan tentang kesuksesan
perhutanan sosial ditingkat tapak melalui peningkatan kesejahteraan dan
kemandirian ekonomi masyarakat sekitar hutan pada areal BKPH Maria Donggomassa
dengan menggunakan Tinjuan perhitungan pendapatan masyarakat sekitar hutan dan
penguatan Kelembagaan pada setiap kelompok masyarakat sekitar hutan.
1. Pendapatan
Masyarakat Sekitar Hutan di HKm Oi Rida, HKm Kapari Lestari dan Hkm Kapenta
Nanga Nae pada Areal BKPH Maria Donggomassa.
Perhutanan Sosial merupakan pemberian akses legal kepada masyarakat sekitar
hutan untuk melakukan pengelolaan atau pemanfaatan kawasan hutan secara lestari.
Upaya
pemerintah dalam pemberian akses ini diharapkan
Masyarakat dapat menikmati Hasil Hutan Bukan Kayu ( HHBK ) dari hasil
pengelolaan kawasan hutan dengan tetap
menjaga Hasil Hutan secara lestari. Upaya ini akan mengalami kesusksesan apabila dapat dipahami
dengan baik oleh masyarakat dan didukung oleh kesadaran masyarakat akan
pentingnya menjaga hutan.
Pengelolaan
kawasan hutan secara lestari dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat
sekitar hutan jika dikelola dengan pemahaman yang benar. Berikut jumlah pendapatan masyarakat sekitar
hutan yang mendapatkan hasil dari pemungutan hasil hutan bukan kayu pada areal
BKPH Maria Donggomassa berdasarkan
pada
data hasil
Penerimaan Negara Bukan Pajak ( PNBP ) Selama Januari sampai dengan Nopember
2018 diareal KPH Maria Donggomassa dengan
data rincian sebagai berikut :
Tabel 1. Data Jumlah
Penerimaan Negara Bukan Kayu ( PNBP ) berdasarkan Komoditi Hasil Hutan Bukan
Kayu ( HHBK ) selama Januari sampai
dengan Nopember 2018 pada areal BKPH Maria Donggomassa.
No. |
Jenis
Komoditi |
Volume Produksi |
Setoran PNBP (Rp) |
1. |
Kemiri |
14,348
Ton |
10.330.560 |
2. |
Mente (HHBK Lainnya) |
48,10
Ton |
1.443.000 |
3. |
Kopi |
7,351
Ton |
1.984.740 |
4. |
Madu |
274
liter |
822.000 |
5. |
Bambu |
8.629 Batang |
2.588.700 |
Jumlah |
17.169.000 |
Berdasarkan data
pada tabel 1 diatas bahwa produksi HHBK pada
masyarakat sekitar hutan pada areal BKPH Maria Donggomassa yang telah
mendapatkan akses perhutanan sosial telah memberikan produksi Kemiri sebanyak
14,348 ton, Kopi sebanyak 7,351 ton, Madu sebanyak 274 ton, HHBK lainnya
sebanyak 48,100 ton dan bambu sebanyak 8.629 Batang dengan jumlah PNBP berkisar
Rp. 17.169.000,-. Kontrobusi masyarakat sekitar hutan dalam memberikan dan
menyetorkan PNBP merupakan bukti adanya komitmen kuat masyarakat sekitar hutan atas`pemakaian aset
negara melalui pengelolaan kawasan hutan dan juga merupakan bukti bahwa
masyarakat memiliki kesadaran dan komitmen atas` perhutanan sosial yang
diberikan oleh pemerintah pusat.
Produksi Hasil
Hutan Bukan Kayu (HHBK) ini telah meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar
hutan pada areal BKPH Maria Donggomassa dan hal ini mengindikasikan bahwa tujuan dari kehadiran perhutanan sosial akan
menciptakan `kemandirian ekonomi pada masyarakat sekitar hutan. Berikut
perhitungan jumlah pendapatan masyarakat sekitar hutan pada areal BKPH Maria
Donggomassa khususnya pada lokasi HKm OI Rida, HKm Kapari Lestari dan HKm
Kapenta Nanga Nae.
Tabel 2. Data Jumlah Penerimaan
Negara Bukan Kayu ( PNBP ) berdasarkan komoditi Hasil Hutan Bukan Kayu ( HHBK ) selama Januari sampai dengan
Nopember 2018.
No. |
Jenis
Komoditi |
Volume |
Harga Pasar ( Rp ) |
Total Pendapatan |
1. |
Kemiri |
14,348
Ton |
7.500/kg |
107.610.000 |
2. |
Mente |
48, 100
Ton |
15.000/kg |
721.500.000 |
3. |
Kopi |
3,672
Ton |
27.000/kg |
99.144.000 |
4. |
Madu |
274
liter |
150.000/liter |
41.100.000 |
5. |
Bambu |
8.629 Batang |
30.000/ 3 Batang |
86.290.000 |
Jumlah |
1.055.644.000 |
Jika dilihat
dari jumlah pandapatan dari 3 HKm yang beroperasi yang berada diareal KPH Maria
Donggomassa adalah sekitar Rp. 1.055.644.00, maka dapat dikatakan bahwa tujuan
untuk mencapai kemandirian ekonomi pada masyarakat sekitar hutan tidak akan
sulit untuk dicapai.
2.
Penguatan Kelembagaan
Masyarakat Sekitar Hutan di HKm Oi Rida,
HKm Kapari Lestari dan HKm Kapenta Nanga Nae
Penguatan kelembagaan masyarakat sekitar hutan dilakukan
dengan memberikan kesempatan masyarakat untuk menyampaikan aspirasi dan
keinginannya lewat sebuah wadah yang mempersatukan masyarakat sekitar hutan.
Menyesuaikan dengan keinginan, tujuan dan konsep dari
perhutanan soaial dibutuhkan Kelompok Tani Hutan ( KTH ) yang mampu
memiliki komitmen dalam membangun kelestarian hutan dengan menerapkan konsep budaya yang
sesuai dengan harapan dan kemampuan penduduk masyarakat sekitar hutan.
Foto 1. Pembinaan Kelompok HKm Kapari Lestari
Foto 2. Pembinaan Kelompok HKm Oi Rida
Foto 3. Pembinaan Kelompok HKm Kapenta Nanga Nae
Foto 4. Pembinaan Kelompok HKm Kapenta Nanga Nae
Penguatan
kelembagaan merupakan hal terpenting dalam menjamin kesuksesan penerapan dari konsep perhutanan sosial, Kelembagaan
yang kuat secara alami akan mendukung kekuatan untuk bangkit memenuhi kebutuhan
ekonomi masyarakat sekitar hutan secara mandiri, kekuatan inipun akan mampu
menjaga keamanan kawasan hutan secara efektif serta mampu meningkatkan
kompetensi sumberdaya manusia yang hidup
dan tergantung dari kawasan hutan.
F.
BAGIAN
PENUTUP
Berdasarkan hasil ulasan diatas maka
dapatlah ditarik kesimpulan bahwa :
1. Kesuksesan
pembangunan ditingkat tapak sesungguhnya dapat tercermin melalui rangkaian
aktivitas yang terjadi pada masyarakat desa yang semakin memiliki kepekaaan dan
kepercayaan diri untuk memiliki
kemandirian ekonomi.
2. Kemandirian ekonomi masyarakat sekitar hutan 3 HKm yang
beroperasi yang berada diareal KPH Maria Donggomassa meliputi HKm Oi Rida, HKm
Kapari Lestari dan HKm Kapenta Nanga Nae dapat dilihat dari jumlah uang yang
diperoleh oleh masyarakat sekitar hutan dari hasil pemungutan hasil hutan bukan
kayu adalah Rp. 1.055.644.00, .
G.
Daftar
Pustaka
Dodo
Kurniawan, 2015. Strategi Pengembangan Sektor – Sektor Ekonomi Potensial (
Studi di Kabupaten Dompu – Nusa Tenggara Barat ), Cetakan Pertama, Genta Press,
Yokyakarta.
Dwi
Pratiwi Kurniawati, dkk. (2013), Pemberdayaan Masyarakat di Bidang Usaha
Ekonomi ( Studi pada Badan Pemberdayaan Masyarakat Kota, Jurnal Administrasi
Publik (JAP), Vol. No. 4 Hal 9 – 14.
Nur
Feriyanto, 2014. Ekonomi Sumber Daya Manusia, Cetakan Pertama, UPP STIM YKPN,
Yokyakarta.
Prasetyo,
Eko. 2008 ” The Quality of Growth: Peran Teknologi dan Investasi Human Capital
Sebagai Pemacu Pertumbuhan Ekonomi Berkualitas”. Jejak, Volume 1, Nomor 1.
KESUKSESAN PERHUTANAN SOSIAL DITINGKAT TAPAK MENUJU
KEMANDIRIAN EKONOMI MASYARAKAT
SEKITAR HUTAN PADA AREAL BKPH MARIA DONGGOMASSA
( Tinjauan Peningkatan
Pendapatan )
Yuliati Basri, S.Hut., MM
Kasi Perencanaan dan Pemanfaatan
Hutan dan Pemberdayaan Masyarakat (P2H & PM) BKPH Maria Donggomassa
A.
Latar
Belakang
Menurut Prasetyo Eko (2008), bahwa salah satu
indikator utama dalam mengukur keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara
adalah laju pertumbuhan ekonomi. Ekonomi dikatakan bertumbuh jika produksi
barang dan jasa meningkat dari tahun sebelumnya dan menghasilkan tambahan
pendapatan dan kesejahteraan masyarakat dalam periode waktu tertentu.
Dibeberapa Negara berkembang tak kecuali di Indonesia, pertumbuhan ekonomi yang
tinggi menjadi sasaran utama pembangunan, namun persoalnnya adalah sasaran
pertumbuhan ekonomi yang tinggi belumlah cukup menjadi jaminan bahwa
kesejahteraan masyarakat meningkat secara merata.
Pertumbuhan
ekonomi secara makro memang belum menyentuh pada seluruh lapisan masyarakat
Indonesia dari sabang Sampai Marauke karena masih banyak diantara masyarakat
yang hidup disekitar hutan
masih terasing dan tidak tersentuh kenikmatan pembangunan yang sedang dipacu
oleh Pemerintah, sehingga oleh pemerintah
mengambil langkah cerdas dengan
strategi memberdayakan masyarakat sampai pada tingkat tapak dengan menghadirkan sebuah peraturan Menteri Kehutanan
Lingkungan Hidup dan kehutanan yang terangkum dalam P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 Tentang
Perhutanan Sosial. Kebijakan ini telah memberikan solusi terbaik dalam
menyelesaikan konflik yang multi kompleks yang terjadi pada masyarakat sekitar hutan
terutama dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pelestarian fungsi
hutan.
Dengan adanya aturan ini masyarakat sekitar hutan
diharapkan bisa lebih memposisikan dirinya dalam
melakukan pengawasan dan pelestarian fungsi hutan, serta peningkatan kesejahteraan masyarakat masyarakat sekitar hutan.
Salah satu point penting dalam perhutanan sosial ini
adalah merubah pola pikir masyarakat sekitar hutan dalam mengelola Kawasan
Hutan dengan berorientasi pada Pelestarian Fungsi Hutan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat,
serta mendorong masyarakat untuk
mengelola kawasan dengan perubahan paradigma dari Orientasi Hasil Hutan Kayu
menjadi Hasil Hutan Bukan Kayu ( HHBK).
Mendeteksi kesuksesan perhutanan sosial
ditingkat tapak tidak terlalu sulit jika diukur dengan peningkatan jumlah pendapatan masyarakat
sekitar hutan pengguna ijin pengelolaan dari akses perhutanan sosial dan melihat keadaan/kondisi pemberdayaan
ekonomi masyarakat sekitar hutan. Hal ini menjadi lebih mudah dan cepat, juga merupakan salah satu hal yang bisa
di lakukan meskipun gambarannya secara
sederhana dan sangat simple.
B.
Rumusan Masalah
Pada
kajian ini membuat rumusan
masalah dengan berpatokan kepada rumusan masalah deskriftif sehingga pada kajian ini dapat di jelaskan rumusan masalah sebagai berikut :
Bagaimana
kesuksesan perhutanan sosial
di tingkat tapak menuju peningkatan
Kesejahteraan dan kemandirian ekonomi masyarakat sekitar hutan pada areal BKPH
Maria Donggomassa ?
C.
Metode Kajian
1. Metode Kajian
Metode Kajian yang digunakan adalah dengan menghitung jumlah pendapatan yang diperoleh
masyarakat sekitar hutan dari hasil perolehan yang didapatkan dari hasil
pemungutan Hasil Hutan Berupa Hasil Hutan Bukan Kayu ( HHBK ) serta
melihat penguatan kelembagaan pada setiap Kelompok Masyarakat Sekitar Hutan.
2. Tempat Kajian
Penelitian dilakukan di beberapa lokasi di Areal BKPH Maria
Donggomassa yang memiliki Ijin Usaha Pemanfaatan Hutan
Kemasyaraatan meliputi HKm Oi Rida, HKM Kapenta Nanga Nae dan HKm Kapari
Lestari.
3. Teknik Pengumpulan Data
Dalam kajian ini, menggunakan teknik pengumpulan data dengan melalui
wawancara dan studi dokumentasi dimana penelitian
dilakukan dengan mengumpulkan data – data kajian berupa hasil pertemuan ditingkat kelembagaan dan
data perolehan Penerimaan Negara Bukan Pajak ( PNBP ) dari Januari sampai
dengan Nopember 2018.
D.
Tinjauan
Pustaka
Bahwa
salah satu arah kebijaksanaan pengarahan urbanisasi di Indonesia yang pada saat
sedang dikembangkan adalah mengembangkan daerah – daerah pedesaan agar memiliki
nuansa khas pedesaan seperti lingkungan hijau dengan udara yang segar,
pengembangan perekonomian desa juga didasarkan oleh pembangunan system
perekonomian yang cocok dan mengandalkan potensi daerah pedesaan itu sendiri
sebagai unggulan dengan harapan dengan munculnya penduduk pedesaan yang
bernuansa perkotaan dapat menjadi motor pertumbuhan ekonomi dengan tetap
memperhatikan dan mempertahankan aspek keserasian, keseimbangan dan keselarasan antara tuntutan pertumbuhan ekonmi dan
keseimbangan ekosistem serta lingkungan alam ( Nur Feriyanto, 2014).
Pembangunan
yang berarah pada penguatan daya saing daerah menuju pada kemakmuran dan
kesejahteraan masyarakat yang beresensi pada kekuatan diri harus berpatokan dan
memperhatikan pada potensi unggulan yang dimiliki oleh daerah sesuai dengan
kekhasan yang dimiliki oleh daerah.
Keunikan
sebuah daerah merupakan anugerah yang dimiliki dan perlu untuk diketahui dan
dinikmati oleh semua orang. Potensi yang ada harus bisa di jelajahi dan
diketahui secara baik jika kedepannya diharapkan dapat memberikan sumbangsih pada kekuatan daerah
menuju kemakmuran yang berkelanjutan. Setiap peluang dan potensi yang
terjelajah dapat dipastikan akan mendukung pertumbuhan dan pengembangan pembangunan
serta gairah investasi daerah yang
berkualitas dan berdaya saing.
Pada era otonomi daerah seperti
sekarang ini, setiap daerah memiliki kebebasan dalam menentukan arah kebijakan
pembangunan ekonomi wilayah, dan
untuk menentukan arah dan kebijakan pembangunan disuatu daerah sangat
diperlukan informasi mengenai potensi ekonomi wilayah dan potensi ini dapat
diketahui dengan melakukan indentifikasi keunggulan dan kelemahan berbagai
sector maupun sub sector ekonomi diwilayah tersebut. Sector ekonomi yang
memiliki unggulan, memiliki prospek
yang lebih baik untuk dikembangkan dan diharapkan dapat mendorong sector
ekonomi lain untuk berkembang ( Dodo Kurniawan, 2015 ).
Selanjutnya Tarigan, (2012) dalam
Dodo Kurniawan (2015) bahwa potensi keunggulan suatu daerah dipengaruhi oleh
factor :
1. Pemberian
alam, yaitu karena kondisi alam wilayah yang memiliki keunggulan untuk
menghasilkan produk tertentu.
2. Masyarakatnya
menguasai teknologi mutakhir ( menemukan hal – hal baru ) untuk jenis produk
tertentu
3. Masyarakatnya
menguasai keterampilan khusus
4. Wilayah
yang dekat dengan pasar
5. Wilayah
dengan aksesibilitas tinggi
6. Daerah
konsentrasi/sentra dari suatu kegiatan sejenis
7. Daerah
agglomerasi dari berbagai kegiatan yaitu memanfaatkan keuntungan aglomerasi.
8. Upah
buruh rendah dan tersedia dalam jumlah cukup dan didukung oleh keterampilan
yang memadai dan mentalitas yang mendukung.
9. Mentalitas
masyarakat yang baik untuk pembangunan jujur, terbuka, bekerja keras, dapat
diajak bekerjasama dan disiplin.
10. Kebijaksanaan
pemerintah yang mendukung pada terciptanya keunggulan suatu kegiatan ekonomi
suatu daerah.
(
Dodo Kurniawan, 2015 )
Kesuksesan pembangunan juga dapat
terlihat dengan melalui pemberdayaan
masyarakat yang semakin bergairah dan mampu Meningkatkan produktifitas
berdasarkan pada kekuatan dan kemampuan diri, hal ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan Dwi Pratiwi Kurniawati, dkk ( 2013 ) yang berjudul Pemberdayaan
Masyarakat di Bidang Usaha Ekonomi ( Studi pada Badan Pemberdayaan Masyarakat
Kota Mojokerto ), bahwa dampak dari program pemberdayaan yang telah
dilaksanakan oleh Badan Pemberdayaan Masyarakat Mojokerto telah dapat
Meningkatkan kemandirian ekonomi terutama produktivitas dan pendapatan
masyarakat yang mendapatkan bantuan.
Pembangunan
merupakan sebuah proses perubahan yang menunjukkan terjadinya kemajuan dan
pergerakan sebuah masyarakat melalui kemampuan dan kekuatan diri sendiri yang
pandang secara multiaspek yang mencakup berbagai hal mendasar baik secara struktur sosial masyarakat,
kemampuan survival masyarakat,
perkembangan institusi – institusi pemerintah yang lebih terbuka dan
transparant, peningkatan partisipasi masyarakat dalam melakukan pemberdayaan
diri, kemudahan aksesibilitas sumber daya daerah maupun kemantapan sumber daya
yang tidak bisa digoyangkan dan diintervensi oleh hal lain. Arsyad (2010 : 374
) dalam Kurniawan Dodo ( 2015 : 2
) menyatakan bahwa pembangunan ekonomi
daerah adalah proses dimana pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumber
daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah dengan
sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang
perkembangan kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut. Dalam kerangka pencapaian
tujuan pembangunan ekonomi secara sadar dibutuhkan kebijakan kebijakan
pembangunan yang didasarkan pada ciri khas (unique value) dari daerah yang
bersangkutan (endogenenous development)
dengan menggunakan potensi sumber daya manusia, kelembagaan dan sumber daya
fisik secara lokal (daerah).
E.
Hasil dan
Pembahasan Kajian
Upaya
pemerintah mendorong perkembangan kemajuan masyarakat sekitar hutan melalui perhutanan sosial telah memberikan peningkatan
kepercayaan diri masyarakat sekitar
hutan untuk bergerak menuju pada tujuan
pembangunan nasional yang adil dan makmur serta menemukan eksistensi diri
sehingga kemandirian ekonomi
masyarakat sekitar hutan
akan tercipta secara berkelanjutan. Perhutanan sosial telah
mengoptimalkan partisipasi masyarakat secara kelembagaan, peningkatan kesejahteraan
pada tingkat tapak, terjadinya pemerataan pembangunan, peningkatan keamanan dan
ketertiban daerah sekitar hutan,
peningkatan pemberdayaan ekonomi, serta menurunkan ketertarikan pergerakan
masyarakat pedesaan menuju ke kota.
Walaupun
hasil cakupan pembangunan di Kota besar melaju dengan gesit beriring dengan
penambahan sarana dan prasarana, kemudahan akses investasi, perputaran modal
yang cepat, kedekatan mobile dengan
pemerintah, ketersediaan kebutuhan fisik masyarakat yang serba ada namun masyarakat sekitar hutan pun telah
beranjak secara mandiri dan bergerak secara pasti dalam menumbuhkan eksistensi
diri dan menciptakan kemandirian ekonomi.
Semangat pencapaian kemandirian ekonomi masyarakat sekitar
hutan tetap secara konsisten dan komitmen
secara berkelanjutan untuk selalu bangkit dan bergairah sebagai cikal bakal
kebangkitan bangsa Indonesia secara serentak dan nasional melalui perhutanan sosial.
Berdasarkan pada fakta dan data yang
empiris, berikut pemaparan tentang kesuksesan
perhutanan sosial ditingkat tapak melalui peningkatan kesejahteraan dan
kemandirian ekonomi masyarakat sekitar hutan pada areal BKPH Maria Donggomassa
dengan menggunakan Tinjuan perhitungan pendapatan masyarakat sekitar hutan dan
penguatan Kelembagaan pada setiap kelompok masyarakat sekitar hutan.
1. Pendapatan
Masyarakat Sekitar Hutan di HKm Oi Rida, HKm Kapari Lestari dan Hkm Kapenta
Nanga Nae pada Areal BKPH Maria Donggomassa.
Perhutanan Sosial merupakan pemberian akses legal kepada masyarakat sekitar
hutan untuk melakukan pengelolaan atau pemanfaatan kawasan hutan secara lestari.
Upaya
pemerintah dalam pemberian akses ini diharapkan
Masyarakat dapat menikmati Hasil Hutan Bukan Kayu ( HHBK ) dari hasil
pengelolaan kawasan hutan dengan tetap
menjaga Hasil Hutan secara lestari. Upaya ini akan mengalami kesusksesan apabila dapat dipahami
dengan baik oleh masyarakat dan didukung oleh kesadaran masyarakat akan
pentingnya menjaga hutan.
Pengelolaan
kawasan hutan secara lestari dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat
sekitar hutan jika dikelola dengan pemahaman yang benar. Berikut jumlah pendapatan masyarakat sekitar
hutan yang mendapatkan hasil dari pemungutan hasil hutan bukan kayu pada areal
BKPH Maria Donggomassa berdasarkan
pada
data hasil
Penerimaan Negara Bukan Pajak ( PNBP ) Selama Januari sampai dengan Nopember
2018 diareal KPH Maria Donggomassa dengan
data rincian sebagai berikut :
Tabel 1. Data Jumlah
Penerimaan Negara Bukan Kayu ( PNBP ) berdasarkan Komoditi Hasil Hutan Bukan
Kayu ( HHBK ) selama Januari sampai
dengan Nopember 2018 pada areal BKPH Maria Donggomassa.
No. |
Jenis
Komoditi |
Volume Produksi |
Setoran PNBP (Rp) |
1. |
Kemiri |
14,348
Ton |
10.330.560 |
2. |
Mente (HHBK Lainnya) |
48,10
Ton |
1.443.000 |
3. |
Kopi |
7,351
Ton |
1.984.740 |
4. |
Madu |
274
liter |
822.000 |
5. |
Bambu |
8.629 Batang |
2.588.700 |
Jumlah |
17.169.000 |
Berdasarkan data
pada tabel 1 diatas bahwa produksi HHBK pada
masyarakat sekitar hutan pada areal BKPH Maria Donggomassa yang telah
mendapatkan akses perhutanan sosial telah memberikan produksi Kemiri sebanyak
14,348 ton, Kopi sebanyak 7,351 ton, Madu sebanyak 274 ton, HHBK lainnya
sebanyak 48,100 ton dan bambu sebanyak 8.629 Batang dengan jumlah PNBP berkisar
Rp. 17.169.000,-. Kontrobusi masyarakat sekitar hutan dalam memberikan dan
menyetorkan PNBP merupakan bukti adanya komitmen kuat masyarakat sekitar hutan atas`pemakaian aset
negara melalui pengelolaan kawasan hutan dan juga merupakan bukti bahwa
masyarakat memiliki kesadaran dan komitmen atas` perhutanan sosial yang
diberikan oleh pemerintah pusat.
Produksi Hasil
Hutan Bukan Kayu (HHBK) ini telah meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar
hutan pada areal BKPH Maria Donggomassa dan hal ini mengindikasikan bahwa tujuan dari kehadiran perhutanan sosial akan
menciptakan `kemandirian ekonomi pada masyarakat sekitar hutan. Berikut
perhitungan jumlah pendapatan masyarakat sekitar hutan pada areal BKPH Maria
Donggomassa khususnya pada lokasi HKm OI Rida, HKm Kapari Lestari dan HKm
Kapenta Nanga Nae.
Tabel 2. Data Jumlah Penerimaan
Negara Bukan Kayu ( PNBP ) berdasarkan komoditi Hasil Hutan Bukan Kayu ( HHBK ) selama Januari sampai dengan
Nopember 2018.
No. |
Jenis
Komoditi |
Volume |
Harga Pasar ( Rp ) |
Total Pendapatan |
1. |
Kemiri |
14,348
Ton |
7.500/kg |
107.610.000 |
2. |
Mente |
48, 100
Ton |
15.000/kg |
721.500.000 |
3. |
Kopi |
3,672
Ton |
27.000/kg |
99.144.000 |
4. |
Madu |
274
liter |
150.000/liter |
41.100.000 |
5. |
Bambu |
8.629 Batang |
30.000/ 3 Batang |
86.290.000 |
Jumlah |
1.055.644.000 |
Jika dilihat
dari jumlah pandapatan dari 3 HKm yang beroperasi yang berada diareal KPH Maria
Donggomassa adalah sekitar Rp. 1.055.644.00, maka dapat dikatakan bahwa tujuan
untuk mencapai kemandirian ekonomi pada masyarakat sekitar hutan tidak akan
sulit untuk dicapai.
2.
Penguatan Kelembagaan
Masyarakat Sekitar Hutan di HKm Oi Rida,
HKm Kapari Lestari dan HKm Kapenta Nanga Nae
Penguatan kelembagaan masyarakat sekitar hutan dilakukan
dengan memberikan kesempatan masyarakat untuk menyampaikan aspirasi dan
keinginannya lewat sebuah wadah yang mempersatukan masyarakat sekitar hutan.
Menyesuaikan dengan keinginan, tujuan dan konsep dari
perhutanan soaial dibutuhkan Kelompok Tani Hutan ( KTH ) yang mampu
memiliki komitmen dalam membangun kelestarian hutan dengan menerapkan konsep budaya yang
sesuai dengan harapan dan kemampuan penduduk masyarakat sekitar hutan.
Foto 1. Pembinaan Kelompok HKm Kapari Lestari
Foto 2. Pembinaan Kelompok HKm Oi Rida
Foto 3. Pembinaan Kelompok HKm Kapenta Nanga Nae
Foto 4. Pembinaan Kelompok HKm Kapenta Nanga Nae
Penguatan
kelembagaan merupakan hal terpenting dalam menjamin kesuksesan penerapan dari konsep perhutanan sosial, Kelembagaan
yang kuat secara alami akan mendukung kekuatan untuk bangkit memenuhi kebutuhan
ekonomi masyarakat sekitar hutan secara mandiri, kekuatan inipun akan mampu
menjaga keamanan kawasan hutan secara efektif serta mampu meningkatkan
kompetensi sumberdaya manusia yang hidup
dan tergantung dari kawasan hutan.
F.
BAGIAN
PENUTUP
Berdasarkan hasil ulasan diatas maka
dapatlah ditarik kesimpulan bahwa :
1. Kesuksesan
pembangunan ditingkat tapak sesungguhnya dapat tercermin melalui rangkaian
aktivitas yang terjadi pada masyarakat desa yang semakin memiliki kepekaaan dan
kepercayaan diri untuk memiliki
kemandirian ekonomi.
2. Kemandirian ekonomi masyarakat sekitar hutan 3 HKm yang
beroperasi yang berada diareal KPH Maria Donggomassa meliputi HKm Oi Rida, HKm
Kapari Lestari dan HKm Kapenta Nanga Nae dapat dilihat dari jumlah uang yang
diperoleh oleh masyarakat sekitar hutan dari hasil pemungutan hasil hutan bukan
kayu adalah Rp. 1.055.644.00, .
G.
Daftar
Pustaka
Dodo
Kurniawan, 2015. Strategi Pengembangan Sektor – Sektor Ekonomi Potensial (
Studi di Kabupaten Dompu – Nusa Tenggara Barat ), Cetakan Pertama, Genta Press,
Yokyakarta.
Dwi
Pratiwi Kurniawati, dkk. (2013), Pemberdayaan Masyarakat di Bidang Usaha
Ekonomi ( Studi pada Badan Pemberdayaan Masyarakat Kota, Jurnal Administrasi
Publik (JAP), Vol. No. 4 Hal 9 – 14.
Nur
Feriyanto, 2014. Ekonomi Sumber Daya Manusia, Cetakan Pertama, UPP STIM YKPN,
Yokyakarta.
Prasetyo,
Eko. 2008 ” The Quality of Growth: Peran Teknologi dan Investasi Human Capital
Sebagai Pemacu Pertumbuhan Ekonomi Berkualitas”. Jejak, Volume 1, Nomor 1.