UPAYA KTH
BATAWAWI MENGHADAPI REVOLUSI INDUSTRI 4.0
MELALUI
INOVASI SINGKRONISASI SIPUHH ( SISTEM
INFORMASI PENATAUSAHAAN HASIL HUTAN) DENGAN DUNIA PERBANKAN (PENDEKATAN
KRISTALISASI INOVASI PEMBAYARAN SECARA ONLINE & NON TUNAI)
Menghadapi
tantangan Revolusi industri 4.0 maka harus ada respon cepat sejak dini dalam mengambil sikap terutama
pada peningkatan kualitas sumber daya
manusia agar mampu survive dengan pergeseran paradikma yang terjadi baik
ekonomi, sosial maupun politik. Revolusi yang terjadi secara cepat bahkan tidak
terpantau serta tidak terasa oleh kita begitu banyak membawa perubahan pada
kondisi masyarakat secara global bahkan pada masyarakat yang tak tersentuh
teknologi sekalipun mulai merasakan bagaimana tereliminasi jika tidak bisa mengimbangi
arus transformasi teknologi ini.
Walaupun
demikian aktivitas manusia dalam beberapa tahun terakhir ini banyak terbantukan
dengan kehadiran revolusi ini terutama dari optimalisasi penggunaan waktu,
efesiensi pekerjaan, peningkatan kualitas hidup masyarakat dan globalisasi
informasi serta kecepatan informasi.
Tidak
bisa dipungkiri bahwa arus revolusi ini memberikan tantangan besar bagi
pemerintah untuk menyesuaikan diri dari arus tranformasi yang luar biasa
diantaranya yang paling urgent adalah infrastruktur digital sampai lini terjauh
dalam Kawasan Hutan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia serta pemberian
pemahaman kepada masyarakat sekitar hutan tentang arus eksploitasi informasi. Berdasar
pada Komentar Jaya Addin Linando, SE.,MBA dalam kajian keilmuan secara daring
bertajuk * Revolusi Industri 4.0 Melangkah Rentan Tertindas * 24 Juli 2020
bahwa kesuksesan Indonesia 4.0 tidak serta merta berupa ketersediaan akses
internet dan kepekaan pada sosial media namun diperlukan kesiapan Sumberdaya
Manusia secara yang berkualitas dan dari semua pihak baik pemerintah, pelaku
industri dan SDM harus aktif dan berinovasi serta menjalankan peran masing –
masing semaksimal mungkin terciptanya sinergi yang baik untuk mendukung kemajuan
Industri Tanah Air.
Sesuai
dengan peran, tugas dan fungsi masing – masing, maka masyarakat Indonesia yang
berada di sekitar hutan melalui konsep Perhutanan Sosial yang bertujuan
menanggulangi kemiskinan, mengurangi konflik sosial dan rehabilitasi hutan harus
mampu mengolah produk hutan mereka dan menjangkau pasar yang begitu luas dengan
daya saing tinggi melalui konsep Brand
Original modern tanpa sentuhan zat penambah yang sesuai karakteristik lokasi
wilayah asal produk hutan yang dihasilkan.
Perhutanan
sosial merupakan sistem pengelolaan hutan lestari dilaksanakan oleh masyarakat
dengan tujuan meningkatkan kesejahteraannya, memberikan kesempatan kepada
masyarakat sekitar hutan melalui pemberdayaan dan tetap berpedoman pada prinsip
kelestarian hutan. Memberikan akses kelola kepada masyarakat dengan tujuan
pemerataan ekonomi dan mengurangi ketimpangan melalui tiga pilar yaitu lahan,
kesempatan berusaha dan sumberdaya manusia dengan lima skema meliputi Hutan
Desa, Hutan Kemasyarakatan, Hutan Tanaman Rakyat dan Kemitraan Kehutanan.
Tuntutan
untuk mendukung ketahanan menghadapai Era Industri 4.0 untuk Negara Republik
Indonesia tercinta dan dalam rangka menuju NTB Gemilang harus dilakukan sesuai dengan peran dan
fungsi masing – masing organisasi dan Kelompok tani hutan yang merupakan lini
terjauh harus mendukung upaya tersebut, jika ini dilakukan maka ketahanan dan
kekuatan kelompok akan menjadi kekuatan terbesar untuk negeri ini dalam rangka
menyesuaikan diri dengan Era Digitasi dan kecerdasan buatan dari mesin.
Melalui skema perhutanan sosial
yang diberikan pada kelompok tani hutan yang berada di sekitar hutan matakando
KH. Nanganae Kapenta ( RTK 68) berupa
Hutan Kemasyarakatan, HKM Batawawi yang berlokasi di Matakando Kecamatan Mpunda
Kota Bima KH. Nanganae Kapenta ( RTK 68 ) KPHP Maria Unit (XXIII) dengan
Nomor IUPHKM : 503/003/03/IUPHKm/ BKPMT/2016 yang
beranggotakan 167 orang dengan luas lahan kelola 144,67 Ha telah membangun
kelembagaan mereka jauh sebelum Ijin kelola mereka dikeluarkan dan berupaya
untuk menggerakkan diri untuk mendukung kekuatan dalam rangka menghadapi Era
4.0, kematangan dan kuatnya kelembagaan kelompok memberikan mereka kesadaran secara terorganir
untuk mengelola kelembagaan mereka dengan manajemen yang baik dan sehat.
Upaya untuk menggerakan
diri dalam penguatan kelembagaan dilakukan dengan manajemen kelompok yang
terorganir disertai dengan kepatuhan pada aturan kelompok mendorong mereka
dalam kekuatan kelembagaan yang terorganisir secara baik melalui duduk bersama
dengan prinsip kearifan lokal kelompok *MBOLO WEKI*secara intensif.
Untuk mendukung
Indonesia menghadapi tantangan Revolusi Industri 4.0 dan mendukung
Industrialisasi yang di canangkan oleh Gubernur NTB serta penguatan NTB Hijau
maka KTH Batawawi berkomitmen untuk menjadikan diri sebagai Kelompok Tani Hutan
yang akan menerapkan inovasi
singkronisasi SIPUHH dengan perbankan yang telah dicanangkan di Awal Januari 2020
oleh BKPH Maria Donggomassa.
Sebagai kelompok yang
berada pada Wilayah BKPH Maria Donggomassa, KTH Batawawi sadar bahwa fasilitasi
dan stimulan yang dilakukan oleh Balai BKPH Maria Donggomassa merupakan
kerangka inovasi dan kreatifitas cerdas yang akan mendukung penguatan
kelembagaan kelompok mereka.
Untuk lebih jelasnya, mari
kita kupas bagaimana upaya KTH Batawawi dalam menggerakkan pemberdayaan diri dan
penguatan kelembagaan menuju Industrialisasi Produk dan untuk menghadapi
tantangan revolusi industri 4.0 :
1. Daya
Saing Produk
Pengelolaan
kawasan hutan dengan prinsip lestari dan sejahtera menjadi dasar utama dalam
pengelolaan hutan yang dilakukan oleh masyarakat sekitar hutan yang memiliki
akses kelola, mengingat sumber daya hutan khususnya hasil hutan non kayu yang
melimpah yang dapat menambah penghasilan masyarakat sekitar hutan, memicu
pertumbuhan ekonomi desa dan berpotensi besar dalam membantu menambah devisa negara.
Walaupun
Tidak bisa dipungkiri bahwa Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) masih
menghadapi banyak kendala dalam pengembangannya baik pada aspek budidaya,
penanganan pasca panen, kualitas produk, daya saing yang rendah dan budaya
masyarakat sekitar hutan. Adapun produksi HHBK KTH Batawi adalah sebagaimana
tercantum pada tabel 1 dibawah ini.
Tabel
1. Data Potensi Hasil Hutan Bukan Kayu ( HHBK ) KTH
No. |
Hasil Hutan Bukan
Kayu (HHBK) |
Jumlah Pohon |
Produksi/Tahun ( Rata2) |
1. |
Mete |
2.101 |
65 Ton/Tahun |
2. |
Kemiri |
77 |
2
Ton/Tahun |
3. |
Asam |
107 |
1
Ton/Tahun |
4. |
Mangga |
894 |
18
Ton/Tahun |
5. |
Nangka |
306 |
Sesuai
musim |
6. |
Jambu Biji |
260 |
Sesuai
musim |
7. |
Alfukat |
26 |
Sesuai
musim |
8. |
Garoso Mbojo |
264 |
1
Ton/Tahun |
9. |
Jeruk |
17 |
Sesuai
musim |
10. |
Sirsak |
117 |
Sesuai
musim |
11. |
Kelengkeng |
1 |
Sesuai
musim |
Sumber Data : KTH Batawawi, 2021
Dari
produksi HHBK yang dominan adalah Jambu mete maka pada tahun 2020 untuk
meningkatkan daya saing dari produk jambu mete maka dilakukan praktek
pengolahan jambu mete untuk meningkatkan nilai tambah dan dalam rangka
mendukung industrialisasi UMKM dari KTH Batawawi. Berikut Dokumentasi hasil
pengolahan untuk meningkatkan daya saing produk.
Produksi
HHBK juga yang memiliki daya saing produk dapat mendukung masyarakat sekitar hutan untuk bisa
mendongakkkan kepala mensejajarkan diri dengan masyarakat perkotaan yang
memiliki fasilitas serba ada dan infrastruktur digital super cepat.
Jika
dilihat dari pertumbuhan ekonomi maka dengan produksi HHBK pun dapat mendukung
ketahanan pangan keluarga dan pertumbuhan ekonomi desa, untuk menganalisa ini
dapat dilihat pada tabel 2 berikut ini.
Tabel
2. Data Potensi Hasil Hutan Bukan Kayu ( HHBK ) KTH
No. |
Hasil Hutan Bukan
Kayu (HHBK) |
Produksi/Tahun ( Rata2) |
Harga/Kilo |
Jumlah uang yang Beredar ( Rp ) |
1. |
Mete |
65
Ton/Tahun |
10.000/kg |
650.000.000 |
2. |
Kemiri |
2
Ton/Tahun |
8.000/kg |
16.000.000 |
3. |
Asam |
1
Ton/Tahun |
12.000/kg |
12.000.000 |
4. |
Mangga |
18
Ton/Tahun |
10.000/kg |
180.000.000 |
5. |
Nangka |
Sesuai
musim |
- |
- |
6. |
Jambu Biji |
Sesuai
musim |
- |
- |
7. |
Alfukat |
Sesuai
musim |
- |
- |
8. |
Garoso Mbojo |
1
Ton/Tahun |
15.000/kg |
15.000.000 |
9. |
Jeruk |
Sesuai
musim |
- |
- |
10. |
Sirsak |
Sesuai
musim |
- |
- |
11. |
Kelengkeng |
Sesuai
musim |
- |
- |
Total |
873.000.000 |
Sumber Data : KTH Batawawi, 2021
Sesuai
dengan tabel 2 diatas maka dapat diprediksikan bahwa peningkatan kesejahteraan
masyarakat secara nyata dapat dilihat dari jumlah uang yang beredar dari hasil
penjualan produk HHBK. Sekitar Rp. 873.000.000 uang yang didapatkan dari hasil
penjualan produk HHBK pada KTH Batawawi.
2. Singkronisasi
Manajemen Keuangan KTH Batawawi dengan perbankan
Perhutanan
sosial menitikberatkan pada upaya pemberdayaan secara partisipatif untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan dalam mengelolah potensi hasil hutan terutama hasil
hutan non kayu dan dalam pengelolaan ini bukan hanya masyarakat atau pemerintah
yang terlibat namun berbagai bentuk partisipan bisa ikut terlibat didalamnya
seperti perbankan.
Pihak
perbankan bisa berfungsi ganda dalam melakukan pembantuan kepada kelompok, dengan pelibatkan kehadiran dan respon baik
dari Bank NTB Syariah dalam mendukung percepatan pembuatan Buku Rekening dimana
pihak Bank NTB Syariah langsung melakukan pelayanan pembukaan rekening dengan
tanpa adminisrtasi dengan para anggota kelompok dan disertai dengan soisialisasi
layanan perbankan lainnya.
Dengan
pembukaan rekening ini maka akan memudakan kelompok tani hutan melakukan
pemyimpanan uang di bank dan memudahkan penyetoran PNBP dan PAD tanpa
menggunakan uang tunai atau pembayaran PNBP dan PAD bisa dilakukan secara online.
Singkronisasi SIPUHH dan perbankan ini merupakan inovasi
yang memudahkan kelompok untuk melakukan pembayaran tanpa uang tunai dan
meminimalkan terjadinya human error yang berkaitan dengan uang tunai.
Gambar
3. Pemberian Pelayanan Bank NTB Syariah Cabang Bima bagi KTH Batawawi
Gambar 4. Pembukaan Rekening Seluruh
Anggota KTH Batawawi