Senin, 30 Oktober 2017

BAB IV KEBIJAKSANAAN INVESTASI


BAB IV. KEBIJAKSANAAN INVESTASI

Setiap perusahaan melakukan investasi dalam rangka meningkatkan pendapatan yang diperoleh, perusahaan melakukan investasi dalam inventory, piutang, aktiva tetap dan lain- lain dengan harapan perusahaan akan memperoleh dana yang yang telah diinvestasikan baik dalam bentuk aktiva tetap maupun aktiva lancar.

Investasi dalam Persediaan

Inventori atau Persediaan barang sebagai elemen utama dari modal kerja merupakan aktiva yang selalu mengalami perputaran. Masalah penentuan investasi atau alokasi modal dalam persediaan mempunyai efek langsung kepada keuntungan perusahaan. Kesalahan dalam penetapan besarnya investasi dalam inventory akan menekan keuntungan perusahaan.

Persediaan merupakan bagian dari harta yang selalu mengalami perputaran dimana selalu terjadi pembelian dan disertai dengan penjualan.

Rasio Inventory Turnover ini melihat sejauh mana tingkat perputaran  yang dimiliki oleh suatu perusahaan.

Adapun rumus inventory turnover (perputaran persediaan) adalah :

Cost of Good Sold

Average Inventory

Keterangan :

§  Cost of Good Sold = Harga Pokok Penjualan

§  Average Inventory = Rata-rata Persediaan

Kebijakan untuk selalu menyediakan jumlah barang yang tersedia secara rata-rata, dengan tujuan agar ketersediaan barang di gudang selalu tersedia.

Secara umum persediaan ada tiga jenis, yaitu:

1.      Persediaan dalam bentuk bahan/barang baku

2.      Persediaan dalam bentuk bahan/barang setengah jadi atau dalam proses, dan

3.      Persediaan dalam bentuk bahan/barang jadi

Tingkat persediaan dari masing-masing persediaan dapat diketahui dari43):

1.      Perputaran persediaan bahan baku (raw material turnover), yaitu jumlah seluruh bahan baku yang digunakan dalam suatu periode dibagi rata-rata persediaan bahan baku selama periode tersebut. Hasilnya dinyatakan dalam frekuensi.

2.      Perputaran persediaan dalam proses (work in process turnover), yaitu jumlah pekerjaan dalam proses yang di transfer menjadi produk jadi dibagi rata-rata pekerjaan dalam proses persediaan dalam periode tersebut. Hasilnya dinyatakan dalam frekuensi.

3.      Perputaran persediaan barang jadi (finished good turnover), yaitu dinyatakan seluruh biaya produk yang dijual dibagi rata-rata biaya persediaan barang jadi. Hasilnya dinyatakan dalam frekuensi.

Kondisi perusahaan yang baik adalah dimana kepemilikan persediaan dan perputaran adalah selalu berada dalam kondisi yang seimbang, artinya jika perputaran persediaan adalah kecil maka akan terjadi penumpukkan barang dalam jumlah yang banyak di gudang, namun jika perputaran terlalu tinggi maka jumlah barang tersimpan digudang akan kecil, sehingga jika sewaktu-waktu kehilangan bahan/barang di pasaran dalam kejadian yang bersifat di luar perhitungan sperti gagal panen, bencana alam, kekacauan stabilitas politik dan keamanan serta berbagai kejadian lainnya. Maka ini bisa menyebabkan perusahaan terganggu aktivitas produksinya dan lebih jauh berpengaruh pada sisi penjualan serta perolehan keuntungan. Dengan begitu bagi pihak manajer produksi perlu menjaga keseimbangan dengan baik yaitu dengan memahami  kondisi pasar saat ini dan yang akan datang.

 

Tingkat Perputaran Barang (Merchandise Turnover)

Untuk mengetahui nilai Merchandise Turnover dalam suatu periode tertentu adalah sebagai berikut :

Merchandise Turnover =                                            Net Sales

                                                        Avg. Merchandise inventory At sales price

Atau

Turnover Merchandise =                                    Cost of Goods Sold

                                                                Avg. Merchandise inventory at cost

Investasi dalam Piutang

            Dalam upaya mempertahankan dan meningkatkan omzet penjualan, maka pada umumnya perusahaan melakukan penjualan secara kredit. Oleh karena itu, pada saat penyerahan produk tidak terjadi penerimaan kas dan justru menimbulkan piutang. Dilain pihak membutuhkan investasi pada aktiva lancar dan menimbulkan biaya lainnya. Oleh karena itu, manajemen investasi dalam piutang merupakan bagian penting dalam manajemen keuangan karena berkaitan dengan pencapaian profit perusahaan.

Berkaitan dengan kebijakan penagihan piutang, perusahaan hendaknya mampu merencanakan kebijakan yang menghasilkan tingkat investasi dalam piutang yg optimal.

1.      Kebijakan kredit

Kebijakan penjualan produk secara kredit yang selanjutnya disebut kebijakan kredit merupakan rangkaian keputusan yang di tempuh perusahaan (manajer keuangan) yang akan mempengaruhi investasi dalam piutang.

2.      Kebijakan penagihan

Penjualan secara kredit merupakan upaya bagian pemasaran guna meningkatkan omzet penjualan.

 

Tabel 4.1 perkiraan penjualan pada berbagai bentuk kebijakan kredit (dalam ribuan rupiah)

 
Kondisi perekonomian
 
probabilitas
 
 
Kebijakan kredit
 
 
 
 
ketat
Tetap
lunak
Resesi
0,25
24.000
36.000
50.000
Normal
0,50
30.000
43.000
58.000
Bomm
0,25
36.000
50.000
64.000

            Berdasarkan proyeksi ini perusahaan mengestimasikan penjualan tahun yang akan datang berdasarkan kondisi perekonomian dan kebijakan kredit yang di tetapkan, tampak dengan perubahan kebijakan kredit merubah perkiraan penjualan.

Biaya-biaya pelunakkan kredit

1.      Biaya produksi dan penjualan,  Apabila tambahan penjualan berada dalam kapasitas produksi maka kenaikan tersebut hanya mempengaruhi tambahan biaya variabel.

2.      Biaya administras, Diperhitungkan sebagai biaya tambahan

3.      Biaya karena tidak tertagihnya piutang,  Pada umumnya disebabkan karena kondisi perekonomian memburuk, maka kerugian tidak tertagih akan semakin meningkat.

4.      Biaya potongan kas, Demi merangsang para pembeli maupun pelanggan membayar lebih awal, maka kebanyakan perusahaan memberi potongan kas kepada pelanggan yang membayar pada tanggal discount.

5.       Opportunity cost of fund,  Meningkatkan jumlah piutang berarti adanya investasi pada piutang yang berarti pula adanya tambahan biaya sehubungan dengan tertanamnya dana dalam piutang yang lazim di sebut opportunity cost of fund.

Investasi dalam Aktiva Tetap

Pengeluaran untuk membiayai investasi merupakan permasaahan pertama yang harus diperhitungkan dalam pengembalian keputusan kelayakan investasi. Penetuan besarnya dana yang dikluarkan ( Cash outflow) berkaitan dengan penentuan ( net initial investment (NII). Net Initial Investment berbeda format perhitungannya anatar invetasi untuk pembelian aktiva tetap yang benar-benar baru dengan investasi untuk penggantian aktiva tetap lama dengan aktiva tetap baru. Apabila perusahaan melakukan investasi baru ( pembelian aktiva tetap baru) maka Net Investment ditentuan sebagai berikut :

-            Harga perolehan aktiva                       Rp. Xxxxxx

-            Biaya-biaya Instalasi                           Rp. Xxxxxx

-            Biaya-biaya pra operasi lainnya          Rp. Xxxxxx

-            Net Invesment                                                Rp. Xxxxxx +

                                                                   Rp. Xxxxxx

 

 

            Apabila perusahaan melakukan penggantian aktiva tetap yang lama dengan ktiva tetap yang baru, maka Net Investment ditentukan sebagai berikut :

 

-          Harga beli aktva tetap                                Rp. Xxxxxx

-          Biaya-biaya Instalasi                                 Rp. Xxxxxx ( + )

 Rp.  Xxxxxx

-          Proceeds Aktiva tetap lama                      Rp. Xxxxxx  ( - )

 Rp. Xxxxxx 

-          Pajak atas penjualan aktiva tetap lama  Rp. Xxxxxx ( + - )
Net Investment                                           Rp. Xxxxxx 

 

            Berdasarkan format perhitungan diatas, maka faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam mentukan kas outflow atau Net Intial Investmet suatu investasi :

1.      Harga beli aktiva tetap

     Harga beli aktiva tetap merupakan harga yang dibayar perusahaan terhadap aktiva yang dibelinya. Harga beli aktiva tetap merupakan besarnya Net Investment apabila perusahaan tidak mengeluarkan biaya instalasi atau perusahaan juga tidak mengganti aktiva tetap lama dengan aktiva tetap yang baru.

2.      Biaya – Biaya Instalasi

     Merupakan biaya yang dikeluarkan perusahaan guna keperluan menginstalasi akiva tetap yang baru dibeli hingga siap beroperasi berdasarka fungsinya biaya instalasi harus diperhitungkan atau ditambahkan sebagai harga beli aktiva tetap.

3.      Proceeds aktiva tetap lama

     Apabila aktiva tetap baru dibeli untuk mengganti aktiva tetap lama yang akan dijual, maka hasil penjualan aktiva tetap lama diperhitungkan sebagai proceeds atau kas Inflow. Proceed yang dihitung sebagai kas inflow merupakan net sales dalam arti harga jual setelah dikurangi dengan biaya-biaya penjuaan. Dalam hubungannya dengan net investment aktiva tetap baru maka proceeds aktiva tetap lama mengurangi net investment karena merupakan hasil penjualan yang menambah pemasukan bagi perusahaan.

4.      Pajak penjualan aktiva tetap lama

     Apabila pengeluaran modal ditujukan untuk mengganti aktiva tetap lama dengan aktiva tetap baru maka pajak yang dibayarkan atas penjualan aktiva tetap lama menentukan besarnya Net Investment. Net Investment akan semakin kecil karena pembayaran pajak perusahaan sehubungan dengan penjualan aktiva tetap lama lebih kecil dari nilai buku aktiva tetap ( Apabila terjadinya kerugian ). Sebaliknya apabila hasil penjualan aktiva tetap lama lebih besar daripada nilai buku aktiva tetap maka pajak yang dibayrkan akan memperbesar Net Investment ( karena adanya keuntungan ).

     Sedangkan penjualan aktiva tetap lama yang sama besarnya dengan nilai buku yang berarti pula tidak mempengaruhi Net Investment. Dengan demikian beberapa besar hasil penjualan aktiva tetap lama tanpa diperhitungkan dengan pajak langsung mengurangi net investment.

 

     Sehubungan dengan tingkat pajak ini, maka pajak atas penjualan diatas harga beli aktiva tetap ( Long Term Capital Gain ) lebih kecil daripada pajak atas penjualan diatas nilai buku aktiva (ordinary Gains).

     Guna memperjelas implikasi pajak terhadap proceeds aktia tetap lama dan pengaruhnya terhadap Net Investment tampak dalam contoh berikut ini. PT. Arinta membeli sebuah mesin tiga tahun yang lalu seharga

Rp. 500.000.000 depresiasi menggunakan metode garis lurus ( Straing Line Methodes ), Usia ekonomis 10 tahun dan tidak memiliki nila  sisa (Salvaige Value ) pada akhir usia ekonomis. Dengan demikian nilai bukan aktiva tetap lama mesin dapat dihitung sebagai berikut :

 

 Depresiasi                              = 3  ( 500.000.000 )

                                                                        10

                                                      = 150.000.000

Nilai Buku Aktiva                         = 500.000.000 -  150.000.000

                                                      = 350.000.000

            Apabila dimisalkan long term capital gains sebesar 25% dan ordinary gains sebesar 30% maka pengaruh terhadap Net Investment dapat dihitung berdasarkan harga jual aktiva tetap seperti berikut :

 

a.       Rp. 600.000.000

b.      Rp. 400.000.000

c.       Rp. 350.000.000

d.      Rp. 200.000.000

 

a.       Apabila penjualan seharga Rp.600.000.000 dengan mesin lama laku terjual seharga Rp. 600.000.000 berarti lebih besar daripada harga beli mesin yang berarti pula lebih besar daripada harga beli mesin yang berarti pula lebih besar dari nilai buku aktiva. Terdapat dua jenis pajak yang dikenakan terhadap hasil penjualan, yaitu long tern capital gains (25%) dikenakan pada selisih harga jual dengan harga beli aktia dan ordinary gains ( 30%) dikenakan terhadap selisih antara harga beli dengan nilai buku aktiva. Dengan demikian jumlah pajak yang dibayarkan dapat dihitung sebagai berikut :

-          Long Term Capital Gains 

= 25% x Rp.100.000.000                          = Rp. 25.000.000

-          Ordinary Gains

= 30% x Rp. 150.000.000             = Rp. 45.000.000 ( + )

Pajak Atas Keuntungan                            = Rp. 70.000.000

 

Selanjutnya pajak atas keuntungan penjualan aktiva tetap lama akan menambah net investment atau mengurangi proceeds penjualan aktiva tetap lama.

b.    Apabila penjualan seharga Rp. 400.000.000 dengan penjualan mesin nama seharga Rp. 400.000.000 berarti perusahaan memperoleh ke untungan sebesar Rp. 50.000.000 yaitu selisih harga jual Rp. 400.000.000 dengan nilai buku Rp. 350.000.000 pajak yang di kenakan hanya oldinari gain sebesar 30% x Rp. 500.000.000 = Rp. 15.000.000 yang akan menambah net infesmen atau mengurangin proceeds penjualan aktiva lama.

c.                   Apabila penjualan seharga Rp. 350.000.000

Pada penjualan sebesar Rp. 350.000.000 sama dengan nilai buku. Berarti perusahaan tidak memperoleh keuntungan maupun mau tidak mengalami kerugian dengan demikian penjualan atas aktiva tetap lama tidak berimplikasi terhadap pajak atau perusahaan tidak memebayar pajak atas hasil penjualan aktiva tetap lama

d.                        Apabila penjualan seharga Rp. 200.0000.0000 juta dengan penjaulan sebesar Rp. 200.000.000 berati perusahaan mengalamai kerugian karena penjualan lebih kecil dari pada nilai buku aktiva tetap mesin ) lama. Kerugian atas penjualan aktiva tetap lama berarti ada penghematan pajak yang akan di bayarkan. Berdasarkan contoh di atas maka ordinary loss 30% x Rp.150.000.000 akan mengurangi ke untungan perusahaan scar kseluruhan dengan demikian penghematan pajak sebesar Rp. 45.000.000 di berlakukakn sebagai cash inflow yang akan mengurngi infesment atau menambah proceeds  aktiva tetap lama berdasarakan contoh di atas berikut ini aka di aplikasikan dalam kasus penggantian aktiv tetap agar jelas penentuan besar net intervestment.

Contoh :

PT BaraNusa dalam penggantian misin lama dengan mesin baru dibeli. Mesin baru dibeli dengan harga Rp.114.000.000 dan biaya instalasi sebesar Rp. 6.000.0000. Usia ekonomis mesin selama 5 tahun dan depresiasi menggunakan metode garis lurus yng di perkirakan tidak memiliki nilai sisa pada akhir tahun ke 5. Masih lama di beli 3 tahun yang lalu seharga Rp. 72.000.000 dan depresiasi menggunakan metode garis lurus usia ekonomi mesin lama 8 tahun dan di perkirakan laku terjual seharga Rp. 60.000.000 dengan tingkat pajak 35% hitunglah berapa net invesment  mesin baru ?

 

Penyelesaiannya :

Menghitungkan pajak atas proceeds mesin nama ,

-          Harga beli mesin                                                     Rp. 72.000.000

-          Akumulasi depresiasi selama 3 tahun                     Rp. 27.000.000 (-)

-          Nilai buku mesin lama                                            Rp. 45.000.000

Keutungan penjualan mesin lama

-          Harga jual mesin                                                     Rp. 60.000.000

-          Nilai buku mesin                                                     Rp. 45.000.000 (-)

-          Keuntungan penjualan mesin                                 Rp. 15.000.000

-          Pajak atas keuntungan.                                           Rp.   5.250.000 (-)

-          Net proceed ata penjualan                          Rp.    9.750.000

Dengan mengetahui besarnya pajak atas penjualan mesin lama, maka besarnya net investment masih dapat di hitung sebagai berikut :

-          Harga beli masih baru                                               Rp. 114.000.000

-          Biaya-biaya intalasi                                       Rp.      6.000.000 (+)

                                                                                  Rp. 120.000.000

-          Proceed penjualan mesin lama Rp. 60.000.000 (-)                          

                                                                                  Rp. 60.000.000

-          Pajak atas keuntungan penjualan                  Rp.   5.250.000 (-)

-          Net initial investment                                               Rp. 54.750.000

Pajak atas keuntungan penjualan mesin lama juga dapat langsung menambah besarnya proceed  penjualan mesin yang pada akhirnya net intial investment sama hasilnya yaitu sebesar Rp. 54.750.000. Untuk cara yang kedua dapat di hitung sebagai berikut :

-   Harga beli mesin baru                                     Rp. 114.000.000

-   Biaya-biaya intalasi                                         Rp.      6.000.000 (+)

                                                                           Rp. 120.000.000

-   Proceed penjualan mesin lama                        Rp. 120.000.000 (-)

-   Net initial investment                                       Rp.   54.750.000

METODE-METODE PENILAIAN INVESTASI

 

Pada umumnya ada 5 (lima) metode yang biasa dipertimbangkan untuk dipakai dalam penilaian investasi. Metode-metode tersebut adalah :

  1. Metode Average Rate of Return
  2. Metode Payback
  3. Metode Net Present Value
  4. Metode internal Rate of Return
  5. Metode Profitability index.

Mekanisme dan perbedaan masing-masing metode tersebut diberikan dibawah ini.

1.      Metode Average Rate of Return

Metode ini mengukur berapa tingkat keuntungan rata-rata yang diperoleh dari suatu investasi. Angka yang dipergunakan adalah laba setelah pajak dibandingkan dengan total atau average investment. Hasil yang diperoleh dinyatakan dalam presentase. Angka ini kemudian diperbandingkan dengan tingkat keuntungan yang disyaratkan. Apabila lebih besar daripada tingkat keuntungan yang disyaratkan, maka proyek dikatakan menguntungkan, apabila lebih kecil dari tingkat keuntungan yang disyaratkan proyek ditolak. Untuk lebih jelasnya, berikut ini diberikan contoh perhitungan.

Misalkan ada suatu proyek yang memerlukan investasi untuk aktiva sebesar Rp.800 juta dan Rp.200 juta untuk modal kerja. Aktiva tetap ini ditaksir mempunyai usia ekonomis 8 tahun, tanpa nilai sisa dan disusutkan dengan metode garis lurus (Stright line). Penghasilan dari penjualan ditaksir sebesar Rp.1.500 juta per tahun. Biaya-biaya operasional tunai, diperkirakan per tahun sebesar Rp.1.000 juta. Tarif pajak sebesar 35 %.

Untuk menghitung “Average Rate of Return”nya, kit perlu hitung terlebih dahulu laba setelah pajak investasi ini.

Penghasilan dari penjualan
Biaya-biaya :
     Operasional tunai                  Rp. 1.000 juta
     Penyusutan (Rp.800 juta/8)            100 juta
Laba sebelum pajak
Pajak (35%)
Laba setelah pajak
Rp. 1.500 juta
 
 
Rp.1.100 juta
Rp.   400 juta
Rp.   140 juta
Rp.   260 juta

 

Dengan demikian, maka “ rate of return” pada setiap tahunnya adalah :

Laba Setelah Pajak    = ARR (Average Rate ot Return)

Total investasi

  Rp. 260 juta

x 100% = 26 %

Rp. 1.000 juta

Karena laba setelah pajak yang diperoleh setiap tahunnya sama, maka average rate of returnnya juga sama dengan 25%. Angka 26% ini merupakan angka yang diperoleh dari initial investment, yaitu Rp. 1.000 juta.

Beberapa analis berpendapat bahwa yang dipergunakan lebih baik pengertian average investment.

2.      Metode Payback

Metode ini mencoba mengukur seberapa cepat investasi bisa kembali. Karena itu satuan hasilnya bukan presentase, tetapi satuan waktu (bulan, tahun dan sebagainya). Kalau periode payback ini lebih pendek daripada yang disyaratkan, maka proyek dikatakan menguntungkan, sedangkan kalau lebih lama proyek ditolak.

Problem utama dari metode ini adalah sulitnya menentukan periode payback maksimum yang disyaratkan, untuk dipergunakan sebagai angka pembanding. Secara normatif, memang tida kada pedoman yang bisa dipakai untuk menentuka payback umumnya dari peusahaan yang sejenis.

Misalya nilai investasi adalah sebesar Rp.100.000.000,-, kemudian berdasarkan hasil analisa  dapat diketahui bahwa tingkat pengembalian setiap tahunnya adalah

Tahun
Nilai pengembalian
1.
0
2.
50.000.000,-
3.
150.000.000,-
4.
250.000.000,-
Total
450.000.000,-

Syarat bahwa tingkat pengembalian selama 4 tahun. Pertanyaannya apakah investasi ini layak atau tidak berdasarkan metode payback.

MP =  200.000.000/100.000.000 = 2,0

 


Kelemahan-kelemahan lain dari metode payback adalah :

  1. Diabaikannya nilai waktu
  2. Diabaikannya aliran kas setelah periode payback.

Untuk mengatasi kelemahan yang pertama ada yang menggunakan discounted payback, dimana aliran kas operasional tersebut dan juga terminal cash flow di-discounted-kan dengan tingkat bunga yang dianggap relevan.     

3.      Metode Net Present Value

Metode ini menghitung selisih antara nilai sekarang investasi dengan nilai sekarang penerimaan-penerimaan kas bersih (operasional maupun terminal cash flow) dimasa yang akan datang. Untuk menghitung nilai sekarang tersebut perlu ditentukan terlebih dahulu tingkat bunga yang dianggap relevan. Ada beberapa konsep untuk menghitung tingkat bunga yang dianggap relevan ini. Pada dasarnya tingkat bunga tersebut adalah tingkat pada pembelanjaan ataupun waktu kita mulai mengaitkan keputusan investasi dengan keputusan pembelanjaan. Perhatikan disini keterkaitan ini hanya mempengaruhi tingkat bunga, bukan aliran kas. Apabila nilai sekarang penerimaan-penerimaan kas bersih dimasa yang akan datang lebih besar daripada nilai sekarang investasi, maka proyek ini dikatakan menguntungkan sehingga diterima. Sedangkan apabila lebih kecil (NPV negative), proyek ditolak karena dinilai tidak menguntungkan.

4.      Metode internal Rate of Return

Metode ini menguntungkan tingkat bunga yang menyamakan nilai sekarang investasi dengan nilai sekarang penerimaan-penerimaan  kas bersih di masa-masa mendatang. Apabila tingkat bunga ini lebih besar daripada tingkat bunga relevan (tingkat keuntungan yang disyaratkan), maka investasi dikatakan menguntungkan, kalau lebih kecil dikatakan merugikan.

Kalau kita terapkan pada contoh, maka untuk menghitung internal rate of return (IRR)nya adalah sebagai berikut :

  360                360                              360 + 200

1.000  =                     +                  + ……….+

(1 + r )           ( 1+ r )2                             (1 + r )8

 

r yang menyamakan sisi kiri persamaan dengan sisi kanan persamaan merupakan IRR proyek tersebut. Sayangnya dalam perhitungan IRR ini terpaksa perlu dilakukan  “Trial dan Error” (terutama kalau aliran kasnya tidak sama dari tahun ke tahun) dan interpolasi. Kecuali, tentu saja kalau kita menggunakan bantuan alat hitung elektronis yang shopisticated.

Kalau kita menggunakan angka 33%, maka hasil sisi kanan persamaan adalah Rp.999,99. suatu angka yang cukup tepat untuk mengatakan bahwa IRR proyek tersebub adalah 33%. (meskipun demikian kita nanti mungkin tidak selalu seberuntung itu untuk mendapatkan angka yang relatif tepat pada presentase yang utuh. Untuk itulah perlu dilakukan interpolasi).

Karena IRR proyek ini lebih besar dari tingkat keuntungan yang disyaratklan, yaitu 33% lebih besar dari 25%, maka kita mengatakan bahwa proyek ini menguntungkan, sehingga bisa diterima.

5.      Metode Profitability index

Metode ini menghitung perbandingan antara nilai sekarang penerimaan –penerimaan kas bersih di masa sekarang penerimaan-penerimaan kas bersih dimasa yang akan datang dengan nilai sekarang investasi. Kalau Profitability Indeks (PI)-nya lebih besar dari 1, maka proyek dikatakan menguntungkan, tetapi kalau kurang dikatakan tidak menguntungkan. Sebagaimana metode NPV, maka metode ini perlu menentukan terlebih dahulu tingkat bunga yang dipergunakan.

PERBANDINGAN METODE-METODE TERSEBUT

Pertanyaan pertama yang timbul dari adanya berbagai metode untuk menilai investasi (proyek) tersebut adalah apakah metode-metode tersebut akan selalu memberikan keputusan yang sama, baik dalam masalah penilaian suatu usulan investasi maupun pemilihan investasi. Dengan kata lain, kalau ada proyek, misalnya kita beri nama A, apakah proyek ini kalau dinilai dengan average rate of return misalnya menguntungkan berarti juga menguntungkan kalau dinilai dengan metode payback, NPV, IRR, dan IP. Kalau jawabannya selalu ya, maka sebenarnya kita boleh saja memakai metode manapun.

Atau kalau kita diharuskan memilih salah satu atau beberapa usulan investasi dari beberapa usulan investasi yang ada, apakah keputusan kita akan konsisten? Dengan kata lain, kalau dengan metode average rate of return kita memilih proyek A, apakah kita juga akan memilih proyek A, apabila kita menggunakan metode payback, NPV, IRR, dan IP? Kalau jawabannya Ya, berarti tidak ada masalah dalam penggunaan metode-netode tersebut.

Sayangnya, jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah tidak selalu ya jadi, suatu proyek bisa saja nilainya menguntungkan dengan menggunakan suatu metode, tetapi ternyata dinilai tidak menguntungkan kalau dinilai dengan metode lain. Demikian juga dengan menggunakan metode tertentu kita mungkin memilih suatu proyek, tetapi dengan metode lain kita mungkin memilih proyek lain. Karena itulah timbul pertanyaan tentang metode mana yang harus dipergunakan.

Untuk itu marilah kita coba bandingkan metode-metode tersebut. Dua metode yang pertama, yaitu average rate of return dan payback, mempunyai kelemahan yang sama yaitu diabaikannya nilai waktu uang. Padalah kita tahu  nilai waktu  uang sangat penting bagi proyek yang memberikan manfaat jangka panjang. Kalaupun metode payback tersebut di-discounted-kan masih ada kelemahan yaitu diabaikannya aliran kas setelah periode payback, kelemahan utama dari payback sebenarnya adalah tidak ada dasar konsepsi untuk menentukan berapa payback maksimum yang diperkenankan.

Karena alasan itulah, maka pilihan kita tinggal pada 3 metode terakhir, yaitu NPV, IRR dan PI. Ketiga metode ini mempunyai kesamaan yaitu diperhatikannya nilai waktu uang dan menggunakan dasar alian kas. Marilah kita coba bandingkan metode-metode tersebut. Kita mulai dari NPV dan PI.

Kalau metode NPV dan PI dipakai untuk menilai suatu usulan investasi, maka per definisi, hasilnya akan selalu  konsisten. Dengan kata lain, kalau NPV mengatakan diterima, maka PI juga mengatakan diterima. Demikian pula sebaliknya.hal ini akan tampak jelas kalau kita amati mekanisme kedua metode tesebut. Apabila nilai sekarang penerimaan-penerimaan bersih kas dimasa yang akan datang lebih besar daripada nilai sekarang investasi, maka berarti NPV-nya positif (proyek menguntungkan). Dengan demikian, berarti perbandingan antara nilai sekarang investasi, akan lebih berarti dari satu (PI lebih besar dari satu) yang berarti proyek menguntungkan.

Dengan demikian maka metode NPV memberikan hasil yang lebih baik daripada kalau kita menggunakan metode PI. Hal ini disebabkan karena dengan menggunakan metode NPV, kita menggunakan absolute, bukan dalam perbandingan seperti dalam PI. Karena itu apabila dibandingkan dengan metode PI, NPV lebih baik.

Sekarang kalau kita bandingkan antara NPV dan IRR, mana yang lebih baik di antara kedua metode tersebut? Untuk itu kita akan menempuh prosedur perbandingan yang sama dengan diatas. Kalau kita bandingan antara metode NPV dan IRR untuk menilai suatu usulan investasi yang sama, maka hasilnya umumnya akan sama, meskipun mungkin bisa tidak selalu sama. Hal ini terutama untuk pola aliran kas yang tidak normal. Contoh berikut ini akan lebih memperjelas.

Misalkan ada proyek yang mempunyai pola aliran kas semacam ini.

Tahun
0
1
2
Aliran kas
-Rp.1,6
+Rp. 10
-Rp.10

 

Pola aliran kas semacam ini kita katakan tidak normal, karena operasional cash flow ternyata tidak selalu positif setiap tahunnya.

Keadaan tersebut bisa kita tuliskan persamaannya menjadi

      10                   10

1,6 =                      +

    (1 + r)             (1 + r)2

 

kalau kita kalikan kedua sisi persamaan dengan (1 + r)2, maka hasilnya adalah

1,6 (1 + r)2 = 10 (1 + r) – 10

1,6 r2 – 6,8 + 1,6 = 0

dengan menggunakan rumus abc, maka kita bisa mencari nilai-nilai r yaitu :

r1 = 4 (yang berarti 400%), dan

2 = 0,25 (yang berarti 25%.

Dengan demikian, tinbul masalah tingkat bunga mana yang seharusnya dipakai. Kalau misalkan tingkat keuntungan yang disyaratkan adalah 30%, maka dengan menggunakan r1 = 400%, kita mengatakan proyek ini menguntungkan, tetapi kalau kita memakai r2 = 25%, kita mengatakan proyek ini perlu ditolak. Hal ini kalau kita gambarkan, akan nampak seperti pada gambar.

 

 

 

 

 

 


 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar. IRR Ganda

Keadaan semacam ini tidak akan kita jumpai kalau kita menggunakan metode NPV. Kalau kita menggunakan tingkat bunga 30%, maka NPV proyek itu adalah Rp.0,175 juta, karena positif berarti proyek diterima. Ada beberapa kelemahan metode IRR, tetapi disini kita hanya membatasi sampai disini saja.

Kesimpulan dari semua perbandingan ini adalah bahwa metode yang seharusnya dipergunakan adalah metode NPV.

MENILAI INVESTASI DENGAN NET PRESENT VALUE

Setelah kita mengetahui bahwa metode NPV-lah yang seharusnya dipergunakan daam menilai usulan-usulan investasi, maka disini kita akan memberikan berbagai contoh yang bervariasi untuk menggunakan metode NPV itu. Variasi-variasi yang akan kita bicarakan disini adalah tentang: pemilihan aktiva, yang mempunyai nilai investasi, usia ekonomis, dan biaya operasi yang berbeda; masalah penggantian aktiva (replacement); dan terakhir kalau kita perlu memperhatikan factor inflasi dalam menilai usulan investasi.

Penilaian Aktiva

Seringkali perusahaan dihadapkan pada masalah penggunaan aktiva yang mempunyai karakteristik yang berbeda. Sebagai misal, apakah kita akan menggunakan alat angkut yang menggunakan bahan bakar ensin ataukah solar, apakah kita akan menggunakan mesin ketik IBM atau Canon, dan lain sebagainya. Pemilihan ini timbul karena ada dua atau lebih aktiva yang bisa memberikan pelayanan yang sama, tetapi mungkin mempunyai harga, usia ekonomis, dan biaya operasi yang berbeda. Kalau kita misalkan ada 2 mesin, A dan B, yang berkapasitas sama, harganya sama, usia ekonomis sama pula, tetapi masalahnya mugkin ketiga factor tersebut (harga, usia ekonomis, dan biaya operasi) berbeda. Dengan demikian pemilihannya tidaklah sesederhana contoh tadi. Umumnya kalau suatu mesin mempunyai harga yang lebih mahal, mesin tersebut akan mempunyai usia ekonomis yang lebih lama, dan biaya operasi yang lebih rendah.

Penggantian Aktiva

Perlu  dikemukakan masalah penggantian mesin lama dengan mesin baru, dimana keduanya mempunyai usia ekonomis yang sama. Karena  sudah diberikan taksiran aliran kasnya, maka kita tinggal menghitung NPV-nya dengan menggunakan suatu tingkat bunga yang dianggap relevan. Misalkan tingkat bunga tersebut adalah 30%, maka NPV proyek penggantian aktiva tersebut adalah

 

  20,5        20,5        20,5      20,5

NPV = - 40 +             +             +             +

  1,3        1,32          1,33           1,34

 

= - 40 + 44,403

= + Rp.4,403 juta

Karena itu proyek dikatakan menguntungkan.

Sekarang aktiva yang baru mempunyai usia ekonomis yang lebih lama. Dalam hal ini kita harus menggunakan dimensi waktu yang sama yaitu 4 tahun (sesuai dengan usia ekonomis mesin lama), dan sisa usia ekonomis mesin baru kita anggap sebagai sisa, yang merupakan terminal cash flow. Dengan demikian NPV proyek penggantian mesin tersebut adalah

 17,5       17,5         17,5      17,5          40

NPV = - 40 +             +             +             +

  1,3        1,32          1,33           1,34         1,35

 

= - 40 + 48,32

= + Rp.8,32 juta

POINT PEMBELAJARAN

A.      Pada umumnya ada 5 (lima) metode yang biasa dipertimbangkan untuk dipakai dalam penilaian investasi.  Metode-metode tersebut adalah : 1. Metode Average Rate of Return (Metode ini mengukur berapa tingkat keuntungan rata-rata yang diperoleh dari suatu investasi. Angka yang dipergunakan adalah laba setelah setelah pajak dibandingkan dengan total atau average investment); 2. Metode Payback (Metode ini mencoba mengukur seberapa cepat investasi bisa kembali); 3. Metode Net Present Value (Metode ini menghitung selisish antara nilai sekarang investasi dengan nilai sekarang penerimaan-penerimaan kas bersih (operasional maupun terminal cash flow) dimasa yang akan datang; 4. Rate of Return (Metode ini menguntungkan tingkat bunga yang menyamakan nilai sekarang investasi dengan nilai sekarang penerimaan-penerimaan kas bersih di masa-masa mendatang); 5. Metode Profibility Index (Metode ini menghitung perbandingan antara nilai sekarang penerimaan-penerimaan kas bersih di masa sekarang penerimaan-penerimaan kas bersih dimasa yang akan datang dengan nilai sekarang investasi).PERBANDINGAN METODE-MTODEMETODE-MTODE

Pertanyaan pertama yang muncul dari adanya beberapa metode untuk menilai investasi (payback) tersebut adalah apakah metode-metode tersebut akan selalu memberikan keputusan yang sama, baik dalam masalah penilaian suatu usulan investasi maupun pemilihan investasi.

Dengan kata lain, kaua ada proyek, misalnya kita beri nama A, apakah kita juga akan memilih proyek A, apabila kita menggunakan metode payback, NPV, IRR, dan IP? Kalau jawabannya selalu ya, maka sebenarnya kita boleh saja memakai metode manapun.

 

B.       MENILAI INVESTASI DENGAN NET PRESENT VALUE

.        Setelah kita menegtahui bahwa metode NPV-lah yang seharusnya dipergunakan dalam menilai usulan-usulaninvestasi, maka disini kita akan memberikan berbagai contoh yang bervariasi untuk menggunakan metode NPV itu. Variasi-variasi yang akan kita bicarakan disini adaah tentang : pemilihan aktiva, yang mempunyai nilai investasi, usia ekonomis, dan biaya operasi yang berbeda ; misalnya penggantian aktiva (replacement) ; dan terakhir kita perlu memperhatikan factor inflasi dalam menilai usulan investasi.

1.        Penilaian aktiva

Serinkali perusahaan dihadapkan pada masalah penggunaan aktiva yang mempunyai karakteristik yang berbeda

2.        Penggantian aktiva

Perlu dikemukakan masalah penggantian mesin lama dengan mesin baru, dimana keduanya mempunyai usia ekonomi  yang sama. Karrna sudah diberikan nilai taksiran aliran kasnya, maka tinggal menghitung NPV-nya dengan menggunakan suatu tingkat bunga yang di anggap relavan.

 

Referensi

Amin Widjaja Tunggal, 2000, Dasar-dasar Analisis Laporan Keuangan, PT. Rineka Cipta, Jakarta.

 

Brigham F. Eugene & Houston F. Joel,  2014. Dasar-dasar Manajemen Keuangan (Edisi 11 Buku 1), Salemba Empat, Jakarta.

 

Dwi Prastowo & Rifka Juliaty, 2002, Analisis Laporan Keuangan ( Konsep dan Aplikasi),  Cetakan kedua (revisi), Unit Penerbit dan Percetakan AMP YKPN, Yokyakarta.

 

Faisal Abdullah, 2013. Dasar – Dasar Manajemen Keuangan, Edisi Keenam, Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang, Malang.

 

Irham Fahmi, 2012,  Pengantar Manajemen Keuangan Teori dan Soal Jawab, Hal: 77-78, Alfabeta, Bandung.

 

Kasmir, 2015, Analisis Laporan Keuangan, Cetakan ke delapan, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta.

 

Mamduh & Abdul Halim, 2016, Analisis Laporan Keuangan,  Edisi Kelima Cetakan Pertama, UPP STIM YKPN Yokyakarta.

 

Martono, SU, 2008, Manajemen Keuangan, Edisi ketujuh, Penerbit Ekonisia, Yogyakarta.

 

Munawir, 2007. Analisa Laporan Keuangan, Edisi keempat cetakan keempatbelas, Liberty Yokyakarta.

 

Sartono Agus, 2001, Manajemen Keuangan Teori  Dan Aplikasi Edisi 4, Yogyakarta : BPFE Yogyakarta.

 

Suad Husnan & Enny Pudjiastuti, 2006. Dasar-dasar Manajemen Keuangan (Edisi ke Enam). UPP STIM YKPN, Yokyakarta.

 

Van Horne C, James & Wachowics, Jr. M, John, 2014. Prinsip- prinsip Manajemen Keuangan

( Fundamental of Financial Management ). Salemba Empat, Jakarta.

 

Weston Fred & Copeland E. Thomas, 2000, Manajemen Keuangan, Erlangga anggota IKAPI  Jakarta.